YOGYAKARTA – Hingga saat ini, Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) merupakan salah satu dari 9 provinsi di Indonesia yang terdaftar sebagai provinsi bebas penyakit rabies. Selain DIY, daerah yang termasuk daftar itu adalah Papua, Papua Barat, NTB, Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan DKI Jakarta. “Saat ini, ada 24 provinsi yang tertular penyakit rabies,” kata drh. Pudjiatmoko, Ph.D., Direktur Kesehatan Hewan, Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, dalam ‘One Day Seminar on Zoonotic Disease’ di Auditorium Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM, Rabu (23/2).
Untuk menjadi daerah bebas rabies tidaklah mudah. Paling tidak, selama kurun waktu dua tahun terakhir tidak ditemukan kasus rabies. “Setelah dua tahun, disurvei lagi untuk menentukan daerah itu benar-benar bebas rabies,” katanya.
Pudjiatmoko menyebutkan daerah yang masih menjadi endemik penularan rabies, meliputi Bali, Pulau Nias, Ketapang, Buru Selatan, dan beberapa kabupaten di Jawa Barat, seperti Tasikmalaya, Sukabumi, Cianjur, dan Garut.
Khusus di Bali, penanganan rabies sampai saat ini tidak dapat tertangani dengan baik karena tidak optimalnya proses vaksinasi dan eliminasi hewan yang terinfeksi. Semua anjing wajib divaksinasi, baik di daerah tertular maupun terancam. Kemudian, dilakukan penyisiran ulang daerah yang sudah mendapat kegiatan vaksinasi. “Jika ditemukan satu kasus rabies, maka dalam radius 10 kilometer dari daerah tempat ditemukan rabies itu harus mendapat perlakuan khusus,” ujarnya.
Untuk menuntaskan kasus rabies di Bali, pihaknya telah menggandeng aparat kepolisian dan tentara. Tim yang beranggotakan 45 petugas kesehatan hewan akan dibantu polisi dan tentara dalam melakukan eliminasi dengan cara menembak mati hewan yang terkena rabies. “Kita harap dalam satu bulan bisa selesai,” kata Pudjiatmoko.
Pemerintah menargetkan dalam lima tahun ke depan mampu menuntaskan 1.000 kasus rabies. Tiap tahun, diharapkan bisa dikurangi 200 daerah yang terkena kasus rabies. “Kita sudah menyiapkan 2 juta vaksin rabies per tahun. Target kita, 2015 tidak ada lagi ditemukan kasus rabies,” tambahnya.
Peneliti zoonosis dari FKH UGM, Prof. Dr. drh. Wayan Tunas Artama, mengatakan rabies merupakan salah satu dari 12 penyakit hewan yang dapat menular ke manusia. Beberapa penyakit lainnya, antara lain, adalah leptospirosis, brucelosis, anthrax, newcastle disease, AI, dan jembarana.
Wayan mengatakan penularan penyakit zoonosis selain karena kontak langsung dengan hewan, juga disebabkan oleh faktor ekologi, yakni perubahan cuaca, iklim, dan lingkungan. “Perubahan-perubahan lingkungan biologik, fisik, sosial, dan ekonomi serta perubahan-perubahan tersebut berdampak terhadap kesehatan manusia,” katanya.
Untuk menangani penyakit zoonosis, diperlukan pengembangan disiplin ilmu ecohealth dengan cara mempersatukan berbagai kalangan, mulai dari dokter, dokter hewan, ahli konservasi, ahli ekologi, ahli ekonomi, ahli sosial, hingga ahli perencana, untuk secara komprehensif mempelajari dan memahami bagaimana perubahan ekosistem secara negatif berdampak pada kesehatan manusia dan hewan. “Penanggulangannya tidak hanya dari aspek kesehatan manusia saja, tapi faktor dari hewan dan lingkungannya yang perlu diperhatikan,” imbuhnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)