YOGYAKARTA – International Youth Conference (IYC) di Yogyakarta yang dihadiri oleh 144 pemuda dari 37 negara menghasilkan 32 resolusi penting guna penanganan perubahan iklim dan lingkungan untuk setiap negara di dunia. Hasil konferensi yang berlangung 20-25 Februari 2011 ini dituangkan dalam ‘Yogyakarta Youth Declaration’ yang dibacakan secara bergantian oleh perwakilan empat peserta konferensi, Gina Karina (Indonesia), Ginesta Confait (Seychelles), Avril Mihembre (Zimbabwe), dan Mikko Nivala (Finlandia).
Beberapa butir rekomendasi yang dibacakan adalah mendesak tiap negara mengembangkan sumber energi berkelanjutan dan mempromosikan penggunaan energi terbarukan, seperti energi surya, panas bumi, dan energi angin. Diikuti kemudian dengan peningkatan kesadaran masyarakat tentang isu-isu lingkungan melalui media, kurikulum pendidikan, dan kegiatan pemuda dalam mendukung kepedulian pada lingkungan. “Pemerintah perlu mendukung proyek-proyek konservasi berbasis masyarakat, sumber daya alam, dan pembangunan daerah, teknologi hijau, dan energi bersih dan memberikan alternatif sumber pendapatan bagi masyarakat yang paling rentan akibat perubahan iklim,” kata Gina dalam pembacaan hasil konferensi pemuda internasional di Hotel Saphir, Jumat (25/2).
Gina menambahkan masing-masing negara mendorong pengembangan kebijakan konservasi yang memperhitungkan kebutuhan masyarakat miskin dan terpinggirkan. Setiap negara juga menetapkan pajak berbasis insentif kepada perusahaan untuk mendanai proyek lingkungan dan sosial bagi masyarakat yang terkena dampak dan rentan.
Negara diharapkan pula untuk memperkuat kerja sama antara pemerintah dan swasta, melakukan pengelolaan hutan lestari dalam rangka melestarikan sumber daya hutan dengan mempertimbangkan peran hutan untuk kesejahteraan umat manusia. “Melalui mitigasi dan beradaptasi dengan perubahan iklim dan membuat kerangka hukum memperhatikan masyarakat adat dan kearifan masyarakat lokal,” katanya.
Selain itu, setiap negara diharuskan mempromosikan pertukaran pengetahuan dan pengalaman tentang mitigasi dan adaptasi terhadap perubahan iklim dengan membangun jaringan kelembagaan yang ada, baik lembaga pendidikan, organisasi masyarakat sipil, media, sektor swasta, lembaga-lembaga pemerintahan maupun lembaga agama.
Sementara itu, sektor swasta disarankan untuk mengembangkan lebih banyak produk ramah lingkungan dan berinvestasi untuk program yang ramah lingkungan, seperti mengurangi emisi bahan kimia, racun, dan limbah berbahaya serta gas rumah kaca. “Swasta harus mendorong pengembangan produk penghematan energi dan mempromosikan gaya hidup lestari pekerja dengan memotivasi mereka untuk mengurangi penggunaan listrik dan lebih sering menggunakan transportasi massal,” kata Avril.
Untuk kalangan para pemuda, diharapkan lebih aktif terlibat dalam mempromosikan berbagai pengetahuan tentang isu-isu lingkungan global untuk masyarakat. Hal itu dapat dilakukan dengan memanfaatkan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi, termasuk penggunaan situs jejaring sosial, dalam menerapkan dan mempromosikan gaya hidup yang berkelanjutan, seperti mendorong penggunaan produk yang dapat didaur ulang. (Humas UGM/Gusti Grehenson)