Direktur Perbibitan Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan, Ir. Abubakar, S.E., M.M., berpendapat bahwa industri perunggasan memegang peran sangat penting, bahkan menjadi tulang punggung pembangunan peternakan Indonesia.
Terbukti sebanyak 65,7% dari total rumah tangga peternakan di Indonesia menyumbang bagi peningkatan pendapatan dan lapangan kerja. Peran itu setidaknya telah memberikan kontribusi sebesar 65% dari total produksi daging nasional. “Sementara kontribusi telur ayam ras sebesar 70,1 dari total produk telur nasional,” ucap Abubakar saat berlangsung Seminar Nasional “Prospek dan Tantangan Bisnis Perunggasan Tahun 2011 Pasca Erupsi Merapi”, Sabtu (26/2), di Fakultas Peternakan UGM.
Meskipun sumber protein hewani mudah diakses masyarakat, ia berpotensi dalam meningkatnya gizi buruk. Capaian tingkat konsumsi protein hewani 5,79 gram/hari masih di bawah standar kecukupan gizi. “Mestinya standar itu sebesar 6 gram per kapita per hari,” ujarnya.
Dalam seminar yang diusung Fakultas Peternakan UGM bersama dengan P3Y, APAYO, dan APB, Abubakar menuding impor jagung, bungkil kedelai, tepung ikan, tepung tulang, dan vitamin sebagai bahan baku pakan ternak menjadi permasalahan mendasar industri perunggasan di Indonesia. Belum lagi impor 100% bibit GPS, baik broiler maupun layer dan program kemitraan usaha perunggasan yang belum berjalan secara optimal. Selain itu, terdapat indikasi ketimpangan struktur pasar, baik pada pasar input maupun output, yang menempatkan peternak kecil dalam posisi lemah. “Sementara industri peternakan komersial masih sangat rentan terhadap gejolak eksternal, seperti krisis ekonomi, wabah penyakit ternak, seperti flu burung dan krisis finansial global,” katanya.
Oleh karena itu, Abubakar berharap kebijakan perunggasan (ayam ras) di Indonesia mampu menjaga keseimbangan supply and demand DOC. Kebijakan tersebut dalam operasionalnya diharapkan dapat mengatur pemasukan bibit sesuai dengan kebutuhan, menghitung potensi produksi DOC FS (broiler dan layer) dan dapat mengkoordinasi antara pembibit dan peternak. “Selain itu, pemerintah diharap mendorong para peternak mandiri. Dengan demikian, skala usaha mereka dapat berkembang dan mereka mau bergabung untuk bisa menghasilkan input produksi sendiri, seperti DOC dan pakan,” pungkas Abubakar. (Humas UGM/ Agung)