Pusat Kajian Dampak Regulasi dan Otonomi Daerah (Sadarotda) Fakultas Hukum UGM mendesak untuk dilakukan perbaikan terhadap UU Nomor 33 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Kecelakaan Penumpang dan UU Nomor 34 Tahun 1964 tentang Dana Pertanggungan Wajib Kecelakaan Lalu Lintas. Dalam forum group discussion, Sabtu (26/2), di Debating Room fakultas setempat mengemuka bahwa pengelolaan dana pertanggungan kecelakaan baru diberikan setelah peristiwa kecelakaan terjadi. Oleh karena itu, UU ini dinilai hanya bersifat kuratif. “Ganti kerugian diberikan manakala ada korban kecelakaan,” tutur Dr. Sulistiowati, S.H., M.Hum. saat memaparkan hasil laporan kajian Sadarotda terhadap kedua UU ini.
Dikatakan Sulistiowati, konsep UU Nomor 33 dan 34 Tahun 1964 tidak lagi sesuai untuk kondisi saat ini. Sebagai gantinya, diusulkan untuk diterbitkan UU yang bersifat preventif. Undang-undang yang mampu memberikan jaminan bagi semua pengendara di jalan, termasuk pemilik kendaraan pribadi. “Semua kendaraan yang turun ke jalan sadar betul bahwa mereka memiliki potensi kecelakaan,” terang Sulistiowati, peneliti Sadarotda FH UGM.
Ketidakjelasan pengaturan dalam UU No 33 dan 34 Tahun 1964 ini telah melebar ke sektor lain, yakni UU LLAJ, pelayaran, perkeretaapian, dan lain-lain. Di berbagai pengaturan UU tersebut jaminan pertanggungan kecelakaan hanya diberikan untuk angkutan umum, belum menyentuh para pengendara kendaraan pribadi.
Sebagai usulan UU yang bersifat preventif, para peneliti Sadarotda berharap sisa dana pertanggungan kecelakaan hasil dari iuran/sumbangan wajib dapat dialokasikan untuk kegiatan-kegiatan lain, seperti sosialisasi lalu lintas dan berbagai kegiatan pendidikan lainnya.
Menurut Sulistiowati, tingginya angka kecelakaan menjadi alasan terhadap perubahan UU Nomor 33 dan 34 Tahun 1964. Disebutkan pada tahun 2002 terdapat 30.000 jiwa melayang akibat kecelakaan, luka berat 450.000 orang, dan luka ringan mencapai 2.100.000 orang. Faktor penyebab kecelakaan ini bersumber dari perilaku berkendara yang tidak disiplin (80-90%), faktor kendaraan (4%), faktor jalan (3%), dan faktor lingkungan (1%).
Data Kepolisian RI tahun 2009 menyebutkan sedikitnya terjadi 57.726 kasus kecelakaan di jalan raya sehingga dalam 9,1 menit sekali terjadi satu kasus kecelakaan. Dari jumlah tersebut, total korban meninggal dunia di lokasi mencapai 28 ribu orang.
Kecelakaan lalu lintas jalan tidak hanya mengakibatkan hilangnya nyawa seseorang, tetapi juga kerugian ekonomi. “Idealnya mereka yang mengalami kecelakaan tidak mengurus sendiri asuransi. Itulah semangat yang tidak kita jumpai dalam dua UU ini,” pungkasnya. (Humas UGM/Agung)