YOGYAKARTA-Koordinasi atau kerja sama masyarakat Indonesia sangat rendah atau buruk. Kecenderungan yang selama ini muncul adalah masyarakat lebih mementingkan diri sendiri dan egois serta sulit memercayai orang lain. Demikian hasil penelitian dan eksperimen yang dilakukan oleh dosen Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Dr. Rimawan Pradiptyo, S.E., M.Sc. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur seberapa besar keinginan koordinasi seseorang yang dikemas melalui sebuah game (permainan). “Hasil penelitian cukup kontroversial karena koordinasi yang diperoleh sangat rendah, hanya 1-2 persen saja,†kata Rimawan kepada wartawan di Ruang Fortakgama, Rabu (1/3).
Hasil penelitian Rimawan itu konsisten muncul sejak game pertama hingga terakhir. Hasil itu juga bertentangan dengan temuan penelitian sejenis yang dilakukan di negara maju selama bertahun-tahun, yang menunjukkan tingginya hasrat bekerja sama, meskipun subjek menghadapi permainan yang nonkooperatif. “Beberapa penelitian di USA dan Eropa menunjukkan hasrat berkoordinasi ini sekitar 40% di awal permainan dan turun menjadi sekitar 20% pada permainan terakhir,†terangnya.
Penelitian yang dilakukan Rimawan telah membawanya menang sebagai “The Best Paper Award†untuk bidang ilmu ekonomi dalam The Global Accounting, Finance, and Economics Conference, yang diselenggarakan oleh Monash University, Melbourne, Australia, 14-15 Februari 2011. Penelitian tersebut didukung dua co-authors yang merupakan ekonom muda lulusan FEB UGM, yakni Banoon Sasmitasiwi, M.Sc. dan Gumilang Aryo Sahadewo, S.E. Penelitian ini berjudul “Evidence of Homo Economicus? Findings from Experiment on Prisoners? Dilemma Game†.
Konferensi internasional itu dihadiri pula para ekonom dari Australia, China, India, Indonesia, Iran, Jepang, Malaysia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Korea Selatan, Taiwan, Thailand dan Uganda, dengan sekitar 46 karya ilmiah yang dipresentasikan pada seminar tersebut. Meskipun terdapat lima pemakalah yang berasal dari Indonesia, Rimawan adalah satu-satunya pemakalah yang mewakili universitas di Indonesia.
Dalam kesempatan itu, Rimawan menyampaikan inti penelitian adalah memprediksi seberapa besar koordinasi antardepartemen pemerintah dan antaranggota legislatif dapat dilakukan. Mereka mendesain eksperimen 16 prisoners dilemma games dalam dua sesi yang setiap game-nya dilakukan payoffs perturbation (perubahan nilai payoffs) dan setiap pemain diacak, sepasang pemain hanya berkesempatan memainkan sekali game. “Subjek penelitian ini adalah 96 orang staf dan mahasiswa di lingkungan UGM,†kata Rimawan.
Mayoritas subjek penelitian adalah mahasiswa. Dapat dibayangkan semakin sulitnya berkoordinasi ketika mereka sudah bekerja dan memiliki penghasilan. Temuan dari penelitian ini, menurut Rimawan, mungkin mampu menjelaskan fenomena tingginya egosektoral antardepartemen atau bahkan di antara anggota legislatif sekalipun.
Dikatakan Rimawan, di Indonesia kata ‘koordinasi’ sering kali hanya dipahami tidak lebih sebagai suatu pertemuan semata atau bahkan hanya sekadar kongkow-kongkow. Tidak ada pembagian tugas, tidak ada evaluasi dari pelaksanaan pembagian tugas tersebut. Ironisnya, tidak ada mekanisme reward and punishment jika koordinasi berhasil atau gagal dilakukan. “Jadi, mungkin benar apa yang dikatakan banyak orang, koordinasi hanyalah mitos di Indonesia, tapi realitasnya jauh panggang dari api,†pungkas Rimawan. (Humas UGM/Satria AN)