Adanya campur tangan pemerintah dalam mempengaruhi harga pupuk untuk produksi padi organik menunjukkan dampak positif. Penggunaan pupuk mampu meningkatkan produktivitas padi secara signifikan. Hal itu berpengaruh pada meningkatnya penghasilan petani. Subsidi pupuk senilai 912 rupiah per hektar atau setara 10 persen dari harga jual yang sebenarnya dapat meningkatkan pendapatan petani padi senilai 1.915 rupiah per hektar.
Menurut Prof. Drs. Catur Sugiyanto, M.A., Ph.D., meskipun intervensi yang dilakukan pemerintah atas pemberian pupuk organik terbukti berpengaruh positif terhadap penghasilan petani, pemerintah masih perlu merencanakan kapan pemberian pupuk bersubsidi harus dicabut dari suatu daerah. “Sebagian petani sudah memiliki tingkat kesediaan membayar pupuk yang tinggi. Hal ini mencerminkan tingkat kesejahteraan petani yang semakin meningkat sehingga pemberian pupuk bersubsidi bisa dihentikan,†katanya saat dikukuhkan dalam jabatan Guru Besar pada Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM, Selasa (1/3) di Balai Senat UGM.
Secara umum, dituturkan Catur, kebijakan pemerintah dalam mendorong kembali penggunaan pupuk organik sejak tahun 2001 mendapatkan respon positif dari petani. Petani padi organik tidak hanya merasakan tambahan penghasilan, tetapi juga perbaikan kesuburan lahan.
Namun, dalam menyebarluaskan kembali program penggunaan pupuk, dari kimia ke organik, perlu memperhatikan beberapa hal, seperti adanya jaminan harga beras menjadi insentif petani untuk melakukan adopsi pupuk organik. Adanya stabilisasi harga akan mengurangi ketidakpastian penghasilan petani. “Lumbung desa dan lembaga penyangga harga, seperti Bulog, kiprahnya sangat dinantikan oleh para petani,†jelas pria kelahiran Boyolali, 21 Juni 1964 ini saat menyampaikan pidato berjudul “Analisis Ekonomi Produksi Padi Organik di Indonesiaâ€.
Ditambahkan oleh Ketua Program Magister Ekonomi Islam Sekolah Pascasarjana UGM ini, dalam menyebarluaskan program kembali ke pupuk organik juga perlu dipertimbangkan mengenai kecepatan mengadopsi teknologi pupuk organik akan ditunjang oleh berkurangnya biaya adopsi dan ketidakpastian. Pemberian subsidi pupuk perlu dilanjutkan, tetapi dengan evaluasi dan pendampingan yang ketat agar diketahui subsidi tersebut harus dilepas. Dengan demikian, penempatan PPL di dalam struktur organisasi tata kerja pemerintah kabupaten/kota perlu memperhatikan fungsi PPL sebagai penyuluh. “Dengan mempertimbangkan keseluruhan hal tersebut, mudah-mudahan penggunaan pupuk organik secara luas melalui program ‘Go Organik 2010’ terus dipacu dan dipertahankan sehingga keberlanjutan produksi beras di Indonesia menjadi terjamin,†terang Catur. (Humas UGM/Ika)