Praktik penegakan hukum yang bersifat kontroversial dalam kehidupan hukum di Indonesia, selama ini tidak lepas dari sistem menajemen penegakan hukum. Sejumlah fakta hukum pada umumnya menunjukkan adanya ketidakpercayaan masyarakat pada kekuasaan kehakiman, salah satunya disebabkan oleh putusan hakim yang belum mencerminkan nilai keadilan yang diharapkan para pencari keadilan.
Fence M. Wantu, S.H., M.Hum, staf pengajar Universitas Negeri Gorontalo, menyebutkan berbagai kritik yang muncul menunjukkan adanya ketidakpercayaan terhadap penegakan hukum oleh hakim dalam melahirkan putusan di pengadilan perdata. Putusan yang dikeluarkan oleh hakim seringkali memunculkan tudingan sinis dari masyarakat. Hali ini terlihat dari adanya keluhan tentang putusan yang dianggap belum mencerminkan kepastian hukum, keadilan serta kemanfaatan.
“Vonis pengadilan yang dikeluarkan oleh hakim idealnya memenuhi aspek kepastian hukum, keadilan, dan kemanfaatan. Namun pada praktiknya, tidak sedikit putusan hakim yang belum memenuhi ketiga aspek tersebut,†ungkapnya saat ujian terbuka program doktor pada Fakultas Hukum UGM, Selasa (1/3) di Fakultas Hukum UGM.
Dalam disertasi berjudul “Peranan Hakim Dalam Mewujudkan Kepastian Hukum Keadilan dan Kemanfaatan di Peradilan Perdataâ€, Fence menyampaikan bahwa sifat professional dan moral yang baik yang dimiliki oleh hakim akan melahirkan putusan-putusan yang mengandung kepastian hukum, keadilan, dan juga kemanfaatan. Kualitas dan integritas hakim dalam hal ini sangat diperlukan. Peningkatan kualitas hakim memiliki arti yang cukup penting karena putusan yang memenuhi aspek kepastian hukum, keadilan, kemanfaatan, jujur, serta mengikuti perkembangan praktik hukum hanya akan lahir dari sosok yang mempunyai pengetahuan hukum yang berkembang setiap saat.
Lebih lanjut dipaparkan Fence, pada praktiknya penekanan kepada asas kepastian hukum oleh hakim lebih cenderung mempertahankan norma-norma hukum tertulis dari hukum positif yang ad. Penekanan yang lebih cenderung kepada asas keadilan dapat berarti harus mempertimbangkan hukum yang hidup di masyarakat, yang terdiri dari kebiasaan-kebiasaan dan ketentuan hukum tidak tertulis. Hakim dengan alasan serta pertimbangan hukumnya harus mampu mengakomodir segala ketentuan yang hidup dalam masyarakat saat memilih asas keadilan sebagai dasar memutuskan perkara yang dihadapi. “Sementara penekanan yang lebih cenderung pada asas kemanfatan lebih bernuanasa ekonomi. Yang menjadi dasar pemikiran bahwa hukum adalah untuk manusia oleh karena itu tujuan hukum harus berguna untuk manusia,†jelasnya.
Ditambahkan oleh suami dari Sri Sunarti ini, terdapat sejumlah kendala yang dihadapi hakim dalam mewujudkan kepastian hukum, keadilan, maupun kemanfaatan dalam peradilan perdata. Beberapa kendala tersebut antara lain, pengangkatan hakim yang yang tidak mengacu pada norma professional, kurangya pendidikan dan pelatiahan hukum bagi hakim, rendahnya moralitas hakim serta lemahnya kontrol dari pemerintah dan masyarakat.
Terdapat beberapa langkah yang bisa ditempuh untuk mengatasi sejumlah kendala yang dihadapi oleh hakim pada peradilan perdata. Antara lain dengan melakukan penataan kembali struktur dan lembaga kekuasaan yang ada, termasuk rekrutmen sumber daya manusia yang berkualitas. Selanjutnya membuat rumusan putusan-putusa hakim yang lebih mendekatkan pada nilai-nilai keadilan, kepastian hukum, dan kemanfaatan. “ Selain itu juga dengan melakukan peningkatan penegakan hukum dengan menyelesaikan perkara-perkara perdata di pengadilan dengan bertitik tolak pada asas hukum dan peradilan yang baik, dimana asas tersebut dijadikan sebagai landasan utama hakim dalam menyelesaikan dan merumuskan perkara,†imbuh doktor UGM ke 1.350 yang meraih predikat sangat memuaskan ini. (Humas UGM/Ika)