Yogya, KU
Pakar politik UGM Ari Sudjito memprediksi aksi unjukrasa mahasiswa di berbagai wilayah yang menolak kenaikkan harga BBM akan semakin meluas dan tak terbendung karena momentum aksi penolakan kenaikan harga kenaikan BBM ini sangat tepat dalam rangka kepentingan politik menjelang pemilu 2009.
“Munculnya aksi ini ada faktor-faktor yang secara struktural memukul rakyat akibat kenaikan harga BBM, dan secara politik isu ini sangat hangat dan masuk pada kepentingan 2009. Bertemunya antara isu struktural yang merugikan rakyat dengan kepentingan 2009, saya yakin aksi ini akan semakin meluas,†katanya.
Kendati demikian, jelas Ari, harus ada policy baru dari pemerintah dalam upaya meredam aksi mahasiswa denga mencari langkah-langkah yang lebih kompromis tidak dengan cara represif. Sebab, jika aparat memilih menggunakan cara-cara represif (kekerasan) untuk membubarkan aksi akan menimbulkan reaksi balik berupa radikalisme dari kalangan mahasiswa.
“Jika sebuah radikalisasi dihentikan dengan cara represif itu tak akan efektif bahkan solidaritas mereka akan semakin menguat,†kata Ari Sudjito saat dihubungi di Kampus UGM, Rabu (28/5).
Ari Sudjito menambahkan, cara-cara represif dalam mengamankan aksi unjukrasa justru akan menurunkan kredibilitas pemerintah sehingga akan muncul isu baru di luar kenaikan harga BBM.
Menurut hemat Ari, aksi unjukrasa yang dilakukan mahasiswa sampai saat ini belum dikategorikan berlebihan mengingat aksi mereka akibat terpicu kebijakan pemerintah yang dinilai semakin menyengsarakan rakyat dengan adanya kenaikan harga BBM.
“Saya kira tindakan mahasiswa tidak kebabalasan namun terpancing sebagai sebuah reaksi balik. Yang terpenting sekarang tidak terprovokasi oleh pemain politik politik lama dengan agenda baru. Mahasiswa harus tetap solid, sehingga tuntutan substansial tentang penolakan kenaikan harga BBM memiliki kekuatan secara moral yang mendapat dukungan dari berbagai pihak,†jelasnya.
Saat ditanya upaya yang dilakukan pemerintah dengan mengumpulkan para Rektor Perguruan Tinggi guna menghentikan gelombang unjuk rasa, menurut Ari merupakan tindakan yang tidak populis.
“Upaya menghentikan demontrasi dengan menekan Rektor merupakan upaya yang tidak populis dan ini tidak bisa diterima, karena demonstrasi ini sebagai realitas dari kebijakan politis. Seharusnya Rektor dilibatkan dalam rangka menemukan titik kompromi agar aparat tidak refresif kepada mahasiswa,†ungkapnya.
Terkait adanya isu yang menyebutkan aksi unjuk rasa sudah ditunggangi oleh kelompok terterntu. Menurut Ari isu tersebut sah-sah saj dihembuskan. Namun demikian mantan ketua Dewan Mahasiswa UGM ini, isu ‘ditunggangi’ merupakan bahasa yang paling sering digunakan oleh sebuah rezim (pemerintah) ketika kesulitan mengatasi berbagai aksi demonstrasi.
“Ditunggangi, merupakan bahasa standar yang dipakai oleh negara seperti yang pernah dilakukan di era Orde Baru. Faktanya, bahasa penunggangan dijadikan alat untuk upaya melakukan tindakan represif, saya khawatir akan menjadi bumerang bagi rezim itu sendiri,†tandas Ari.
Menurut Ari munculnya radikalisasi aksi demonstrasi yang menimbulkan tindakan represif dari aparat lebih disebabkan pemerintah sebelumnya tidak melakukan pendekatan secara persuasif dalam menangani aksi demonstrasi.
“Di Indonesia, pendekatan secara refresif justru melahirkan tindakan radikalisasi yang lebih tinggi,†jelasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)