YOGYAKARTA-Produksi jeruk dunia terancam turun dengan merebaknya serangan Citrus Vein Phloem Degeneration (CVPD). Tanaman jeruk yang telah terinfeksi virus ini akan mengalami gangguan, baik kualitas maupun kuantitasnya. Jeruk akan menjadi lebih kecil dari ukuran normal. Di sisi lain, jumlah produksinya pun menjadi turun drastis. “Tanaman jeruk yang sudah terinfeksi maka hasilnya kemudian menjadi kecil-kecil dan tidak baik, termasuk rasanya tidak manis,†ujar pakar hama dan penyakit tumbuhan Fakultas Pertanian UGM, Prof. Dr. Ir. Siti Subandiyah, di sela-sela penutupan program master class yang didukung oleh Crowford Fund, Australian Center for International Agricultural Research (ACIAR), dan University of Western Sydney (UWS), Jumat (4/3).
Dalam kesempatan tersebut, Siti didampingi oleh Frances Barns, Country Manager Indonesia ACIAR, Project Leader ACIAR, Prof. Andrew Beattie, dan Prof. Paul Holford dari University of Western Sydney (UWS).
Ia menjelaskan akibat serangan CVPD atau biasa juga disebut Huanglongbing, akan sulit ditemui tanaman jeruk yang dapat berproduksi selama tahunan. Setelah terinfeksi dan terlambat ditangani, dalam kurun waktu dua hingga lima tahun tanaman jeruk akan mati. Hal inilah yang menyebabkan kerugian cukup besar, khususnya bagi petani dan masyarakat yang senang mengonsumsi jeruk. “Petani bisa rugi seratus persen, padahal penyuka buah jeruk di seluruh dunia ini kan cukup besar,†imbuh Siti.
Menurutnya, hampir sebagian besar jeruk komersial yang beredar saat ini rentan terserang penyakit tersebut. Virus CVPD sebenarnya juga menyerang tanaman sekerabat lainnya, seperti kemuning. Virus ini ditularkan melalui serangga vector Diaphorina Citri Kuway dan menyerang bagian inang dari tanaman jeruk yang sebelumnya telah terinfeksi. Untuk itu, Siti menyarankan dilakukan deteksi molekuler agar bibit yang ditanam dari hasil okulasi benar-benar terbebas dari penyakit. “Di samping itu, penanganan antarkawasan, baik Asia, Australia, dan sebagainya terus bisa dijalin agar tidak terus merambah,†kata Siti.
Sementara itu, Project Leader ACIAR, Prof. Andrew Beattie, juga mengakui Huanglongbing kini masih menjadi musuh utama petani jeruk di seluruh dunia, tidak hanya di Asia, tetapi telah meluas hingga Afrika dan Amerika. “Kita akui untuk menanggulangi penyakit ini masih banyak kendala dan kesulitan yang dihadapi,†kata Andrew.
Terkait dengan program master class yang diikuti sekitar 45 ahli dan trainer dari berbagai negara, seperti India, Kamboja, Vietnam, Australia, USA, China, dan Indonesia, merupakan tindak lanjut dari program kerja sama antara Fakultas Pertanian UGM dengan UWS. Para peserta program master class ini sempat melakukan kunjungan lapangan di Balai Penelitian Tanaman Jeruk dan Buah Subtropika di Malang dan kebun jeruk di Purworejo. (Humas UGM/Satria AN)