Tuberkulosis hingga saat ini masih menjadi salah satu masalah serius kesehatan dunia, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di negara-negara sedang berkembang. Tuberkulosis masih menjadi penyebab utama penyebab kematian yang berkaitan dengan infeksi tunggal. Disebutkan bahwa 95% tuberkolusis terjadi di negara sedang berkembang dengan kondisi ekonomi yang lemah dan 5% sisanya di negara industri. Lebih dari 80% tuberkolusis di negara sedang berkembang menyerang populasi usia produktif, sementara di negara maju mencapai 20%.
Menurut Prof. Dr. drh. Ida Tjahajati, M.P., tuberkolusis masih menjadi masalah besar di Indonesia. Data WHO menyebut Indonesia merupakan negara tertinggi ketiga dalam angka kejadian tuberkolusis setelah India dan China. Dengan kontribusi jumlah tuberkolusis di ketiga negara tersebut, lebih dari 50% dari seluruh kasus tuberkolusis yang terjadi di 22 negara tentu menjadi beban berat tuberkolusis. “Tuberkolusis merupakan penyebab kematian nomor dua terbesar setelah penyakit kardiovaskuler dan menjadi penyebab kematian nomor satu dari kelompok penyakit infeksi,” kata Ida di Balai Senat, Selasa (8/3), saat dikukuhkan sebagai Guru Besar Fakultas Kedokteran Hewan UGM.
Sebagai penyakit menular yang bersifat zoonosis, tuberkolusis selain menyerang manusia, juga menyerang berbagai hewan ternak, seperti sapi, kerbau, kambing, domba, dan hewan-hewan kesayangan, misalnya anjing dan kucing. Dalam pidato “Tuberkulosis pada Hewan Kesayangan Respon Imun Seluler dan Alternatif Pengembangan Diagnosis”, Ida menerangkan tuberkolusis pada hewan, seperti anjing dan kucing, merupakan penyakit yang tidak mudah didiagnosis secara klinis. Berbagai gejala klinis penyakit pada stadium awal dan menengah tidak dapat dikenali secara jelas. “Meskipun penyakit berkembang sebagai tuberkolusis aktif dan memiliki lesi terbuka, penyakit tetap tidak menunjukkan gejala klinis secara spesifik,” terangnya.
Dikatakan Ida, berbagai upaya penelitian telah dikembangkan untuk menemukan antigen spesifik yang dapat digunakan sebagai dasar diagnosis tuberkolusis. Ditemukannya antigen spesifik M. tuberculosis, yakni ESAT-6 dan CFP-10 yang dikode oleh gene RD-1 dan RD-2, membuka peluang untuk dapat menciptakan metode diagnosis tuberkulosis yang spesifik. (Humas UGM/ Agung)