YOGYAKARTA – Naskah akademik dan draf RUUK DIY dari pemerintah yang mencantumkan konsep pararadya atau gubernur/wakil gubernur utama disarankan untuk dievaluasi dan diperbaiki karena tidak sesuai dengan filosofi dan kultural masyarakat DIY. Selain itu, keistimewaan DIY tidak hanya terletak pada posisi gubernur dan wakil gubernur, tetapi juga di bidang pertanahan, keuangan, dan kebudayaan.
Demikian beberapa hal yang mengemuka dalam penjaringan aspirasi RUUK DIY oleh Komisi II DPR dan Komisi I DPD RI dengan kalangan akademisi di Balai Senat UGM, Kamis (10/3).
Sosiolog UGM, Prof. Sunyoto Usman, mengatakan pembahasan RUUK DIY tidak hanya merespon masa lalu atau menjawab konteks kekinian, tetapi juga untuk menjawab tantangan yang di hadapi DIY dan bangsa Indonesia ke depan. Ia menyebutkan poin-poin keistimewaan yang ada saat ini kebanyakan telah disepakati karena pernah dibahas oleh DPR periode sebelumnya. Namun, posisi gubernur dan wakil gubernur masih menjadi bahan perdebatan di kalangan DPR dan pemerintah. “Kalau melihat arus yang ada sekarang di masyarakat, arahnya ke penetapan, tapi jika nanti hasilnya lain, maka akan memberikan dampak sosiologis yang cukup besar,” katanya.
Guru Besar Fakultas Hukum UGM, Prof. Dr. Sudjito, menyampaikan kekhawatirannya tentang komitmen para anggota DPR RI dalam pembahasan RUUK DIY. Ia mengharapkan anggota Komisi II DPR mampu menyerap aspirasi rakyat dan tidak hanya membawa kepentingan politis sesaat. Ditambahkan Sudjito, penyusunan dan penyerapan aspirasi RUUK DIY sebaiknya dilakukan secara bottom up (melalui masyarakat), bukan top down (dari pemerintah). “Jangan sampai aspirasi rakyat DIY dipolitisir,” katanya.
Dalam kesempatan itu, Sudjito juga menilai draf tentang RUUK DIY saat ini perlu ditinjau dan diperbaiki karena ditemukan banyak terminologi yang tidak jelas. Salah satunya adalah istilah ‘gubernur utama’. Di banyak negara, konsep ini tidak ditemukan. “Ini hanya akal-akalan untuk mengganti istilah pararadya menjadi gubernur utama,” ujarnya.
Sementara itu, pengamat politik Ari Dwipayana, M.Si. menuturkan pembahasan RUUK DIY merupakan bagian penting dari pembahasan problematika keindonesiaan terkait dengan asimetris desentralisasi yang sudah dilakukan di Aceh dan Papua. “RUUK DIY tidak hanya untuk merespon kepentingan jangka pendek atau kepentingan Pemilu 2014, tapi untuk kepentingan jangka panjang,” imbuhnya.
Ketua Komisi II DPR RI, Chairuman Harahap, menuturkan kunjungan Komisi II DPR RI ke UGM adalah dalam rangka menggali aspirasi dari para akademisi untuk mendapat berbagai masukan sebagai daftar isian masalah untuk bahan pembahasan perumusan RUUK DIY di masing-masing fraksi DPR. “Komisi II sebelumnya sudah mendapatkan berbagai masukan dari pakar politik, hukum, sosiologi, tata negara hingga pertanahan. Kehadiran kita ke UGM karena kita memandang banyak intelektual di UGM yang memiliki pemikiran merdeka dan orisinal,” ujarnya.
Diskusi yang dipandu oleh Sekretaris Eksekutif UGM, Drs. Djoko Moerdiyanto, M.A., ini dihadiri oleh 18 anggota DPR dan 9 anggota DPD, antara lain, Ganjar Pranowo, Nurul Arifin, Alexander Litaay, dan Taufik Effendi. Sementara dari DPD tampak hadir Hafid Ashrom, Dani Anwar, dan Paulus Sumino. (Humas UGM/Gusti Grehenson)