Selama ini visibilitas fisik masih menjadi prioritas utama bagi sebagian besar perpustakaan di Indonesia. Padahal, disisi lain visibilitas virtual memiliki arti yang sama pentingnya dengan visibilitas fisik. Meskipun tidak bersifat nyata, visibilitas virtual cukup penting untuk meningkatkan citra perpustakaan dan juga perguruan tinggi yang menaunginya.
“Kebanyakan perpustakaan di Indonesia masih memprioritaskan visibilitas fisik dan kurang memperhitungkan/memperhatikan visibilitas fisik yang mampu mendorong dalam peningkatan citra sebuah perpustakaan,†kata Aditya Nugraha, ST., M.S., Kepala Perpustakaan Universitas Kristen Petra Surabaya, Kamis (10/3) di University Club (UC) UGM.
Dalam seminar bertajuk “Informasi, Perilaku, dan Tren Pengembangan Perpustakaan†yang digelar Perpustakaan UGM, Aditya menyebutkan bentuk nyata dari visibilitas virtual tidak sekedar hanya online atau terhubung dengan internet, namun juga dengan selalu memperbarui konten lokal, terhubung dengan jejaring sosial dan menciptakan media baru untuk interaksi on-line antara perpustakaan, pustakawan, dan pemustaka.
“Bentuk nyata visibilitas virtual juga bisa dengan memperkaya koleksi conten digital lokal untuk meningkatkan Webometrics, memfasilitasi interaksi onel antar perpustakaan dan civitas, serta selalu meng up-date situs web perpustakaan,†imbuhnya.
Sementara Dr. Neila Ramdhani, staf pengajar Fakultas Psikologi UGM, mengatakan Indonesia dikenal sebagai negara demokratis yang memberikan kebebasan untuk memilih dan memilah informasi yang dibutuhkan guna memenuhi kebutuhan hidupnya. Terkait dengan hal tersebut, menjadi penting bagi perpustakaan sebagai lembaga informasi untuk mengenali kebiasaan pemustaka sebagai dasar pembangunan dan pengembangan informasi umum sebuah perpustakaan yang melayani masyarakat demokratis.
Drs. Ida Fajar Priyanto, M.A., Kepala Perpustakaan UGM, menyatakan bahwa dalam delapan tahun terakhir terjadi sejumlah perkembangan di berbagai perpustakaan Asia Tenggara dan Amerika. Terdapat sembilan trend pengembangan perpustakaan di Asia Tenggara dan Amerika yaitu mengembangkan pelayanan informasi yang lebih nyaman, perpustakaan digital mobile, penyediaan jaringan sosial layanan perpustakaan jarak jauh, sistem manajemen perpustakaan virtual dan pelayanan berfokus pada return on investment. Berikutnya pelayanan referensi dan literasi informasi, pelayanan referensi dan literasi informasi , dan menjadikan perpustakan selayaknya rumah. (Humas UGM/Ika)