YOGYAKARTA – Peneliti geologi dari UGM dan Kyoto University, Jepang, kembali melakukan pemetaan aliran lahar dingin Merapi yang melewati Kali Opak dan Gendol, Jumat (11/3). Kegiatan ini dilakukan untuk mengetahui seberapa besar potensi ancaman bahaya lahar dingin terhadap keberadaan Candi Prambanan.
Dari pengamatan ditemukan bahwa endapan lahar yang berupa pasir, kerikil, dan bongkahan masih berada sekitar 6 kilometer dari wilayah Candi Prambanan. Sementara itu, endapan material yang berada di sabo dam Jabang Bayi di Kecamatan Ngaglik lama, berjarak 2 kilometer dari Prambanan, hanya berupa endapan pasir. “Sampai saat ini belum mengkhawatirkan. Justru yang membahayakan jika sudah membawa bongkahan batu-batu besar,” kata vulkanolog UGM, Ir. Bambang Widjaja Hariadi.
Selama kondisi curah hujan yang turun relatif sama, ia memperkirakan 2-3 kali musim hujan yang dapat menyebabkan lahar dingin Merapi sampai ke Candi Prambanan. Namun, apabila curah hujan yang turun cukup ekstrim, ancaman tersebut akan tetap ada. Oleh karena itu, ia mengusulkan untuk memperdalam sungai. “Penting untuk meninggikan tanggul agar lahar tidak meluber ke pinggir sungai yang bisa mengancam rumah penduduk,” katanya.
Sementara itu, Prof. Dr. Dwikorita mengatakan keberadaan pasir yang menumpuk di sabo dam Jabang Bayi merupakan dampak dari aktivitas pengerukan lahar di Kali Gendol di daerah Bronggang. Lahar yang sudah digali akan membuka jalan bagi aliran air berikutnya yang membawa pasir. Beruntung, bongkahan batu besar masih tertinggal dan belum terseret ke bawah. “Sampai dan tidaknya bongkahan batu sampai ke areal Candi Prambanan tergantung kondisi curah hujan,” katanya.
Dari perhitungan Dwikorita, jarak dari belokan Kali Opak ke kawasan Candi Prambanan sekitar 153 meter. Saat ini, tingkat kedalaman sungai mencapai 20 kilometer. “Belokan Kali Opak ini tetap saja mengancam karena di Kali Putih (Magelang), limpasan lahar mencapai jarak 500 meter,” ujarnya.
Peneliti dari Jepang, Dr. Yoshitada Mito, mengatakan untuk mengetahui ancaman lahar dingin terhadap keberadaan Candi Prambanan dibutuhkan data kuantitaif dengan mengetahui topografi sungai, volume lahar, kecepatan aliran lahar, dan volume curah hujan. “Perhitungan ini bisa mengetahui apakah lahar itu bisa sampai atau tidak ke candi sehingga bisa mengetahui berapa besar ancamannya,” katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)