MAGELANG – Peneliti geologi dari Jepang, Dr. Yoshitada Mito, mengusulkan proses pengerukan lahar dingin di Kali Putih dilakukan tidak hanya dengan mengembalikan alur dan fungsi sungai, tetapi juga meninggikan tanggul di setiap belokan aliran sungai. Hal itu perlu dilakukan agar limpasan lahar tidak mengancam rumah penduduk yang ada di Dusun Kadingo, Kemburan, Duwakan, dan Seloiring, Desa Jumoyo, Kecamatan Salam, Magelang. “Material yang digali yang ditaruh di setiap belokan justru akan menahan laju aliran lahar dan normalisasi sungai,” kata Mito dalam pengamatan lahar dingin di Kali Putih, Magelang, Sabtu (12/3).
Menurut peneliti rock engineering dari Universitas Kyoto ini, pengerukan material lahar dingin di Kali Putih merupakan tindakan yang sangat penting untuk mengantisipasi ancaman bahaya banjir lahar. Selain memperdalam sungai, ia mengusulkan material lahar yang dikeruk sebaiknya ditumpuk di setiap belokan sungai dengan menambah bongkahan batu agar konstruksi tanggul lebih kuat untuk menahan laju terjangan banjir lahar dingin. Dari hasil pengamatan Mito, peninggian tanggul saat ini hanya menggunakan sedimen pasir dari material yang dikeruk. “Saya khawatir justru menyebabkan erosi di sepanjang dinding sungai,” tambahnya.
Kepala Desa Jumoyo, Sungkono, mengatakan pengerukan pasir di Kali Putih sepenuhnya dilakukan oleh Balai Besar Serayu Opak (BBSO). Dengan menggunakan 7 alat berat, proses pengerukan dilakukan secara terus menerus. “Tapi, dua kali banjir dalam seminggu ini saja Kali Putih yang sudah dikeruk sudah penuh kembali,” katanya.
Mito menyayangkan surat edaran dari Pemkab Magelang yang melarang pengambilan pasir di Kali Putih dengan menggunakan alat berat, melainkan dengan cara manual. Menurutnya, kondisi ini justru sangat membahayakan karena pasir yang dikeruk tidak dibuang, tetapi hanya diletakkan di pinggir sungai. Dengan demikian, saat terjadi banjir, pasir terbawa aliran sungai kembali. “Kita meminta rekomendasi dari UGM, bagaimana sebaiknya model pengerukan material pasir ini? Saya khawatir warga di empat dusun di Jumoyo terancam kena banjir lahar,” tuturnya.
Bangun Jembatan Gantung
Dalam kesempatan itu, Mito juga melakukan pengamatan terhadap kondisi jembatan Tlatar di Sungai Pabelan yang putus diterjang banjir lahar. Jembatan ini menghubungkan Kecamatan Dukun dan Sawangan, Kabupaten Magelang.
Untuk mengantisipasi robohnya jembatan serupa di kemudian hari, Mito mengusulkan untuk dibangun jembatan gantung dengan menggunakan kawat baja (steel wire). Jika menggunakan pilar, ia khawatir pilar yang dihantam bongkahan batu saat banjir lahar justru menyebabkan jembatan roboh. “Idealnya jembatan tidak dengan pilar, tapi menggunakan steel wire,” ujarnya.
Dari hasil pengamatannya terhadap kondisi beberapa sabo dam, Mito mengakui keberadaan sabo dam sangat penting dan telah menjalankan fungsinya untuk menahan, menampung, dan mengendalikan aliran lahar dingin. Menariknya, dari hasil pencatatan Mito, keberadaan sabo dam ternyata mampu menjaga dinding sungai dari erosi. Diusulkan Mito dalam pembangunan sabo dam di masa mendatang, sangat penting untuk meninggikan bagian pinggirnya guna menahan laju lahar dingin agar tidak melimpas ke pinggir sungai. (Humas UGM/Gusti Grehenson)