YOGYAKARTA- Sebelum erupsi Merapi, susu sapi merupakan produk utama masyarakat Dusun Boyong, Desa Hargobinangun, Kecamatan Pakem, Sleman. Sebagian besar masyarakat Boyong bermatapencaharian sebagai peternak sapi perah, dengan hasil perahan setiap hari mencapai 2.000 liter. Namun, akibat erupsi Merapi, hasil perahan susu menurun drastis dan nilai jualnya rendah. Berawal dari kondisi itulah, Tim Recovery Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) UGM mengadakan pelatihan pengolahan hasil ternak kepada sekitar 30 ibu-ibu di Dusun Boyong. Pelatihan diberikan dengan produk olahan permen susu agar nilai jual susu meningkat.
Menurut Ketua Tim Recovery HMP, Jefri Pranata, didampingi Ketua Divisi Lingkungan Tim Recovery, Laily Agustina R., sekitar 15 mahasiswa yang tergabung dalam HMP telah selama 3 bulan mendampingi masyarakat Boyong, menggandeng KPP Pangestu Mirikebo Pakem dalam memberikan pelatihan. Selain penyampaian materi, masyarakat juga akan melakukan praktik langsung pembuatan permen susu. “Kami berusaha melakukan pendampingan, pelatihan, hingga pemasaran produk olahan susu menjadi permen susu ini agar bernilai jual tinggi,” kata Jefri dalam sambutan pelatihan di kediaman Sogimun, Kepala Dusun Boyong, Kamis (17/3). Pelatihan ini juga dihadiri oleh perwakilan tim monitoring dan evaluasi Kemenristek selaku pendukung dana.
Jefri menuturkan kegiatan yang dilakukan ini baru merupakan tahap awal program yang direncanakan oleh divisi pengolahan hasil ternak. Diharapkan melalui upaya tersebut akan menstimulasi pemulihan kondisi sosial ekonomi masyarakat Boyong pascaerupsi.
Sementara itu, Kepala Dusun Boyong, Sogimun, mengatakan sebelum erupsi Merapi perputaran uang dari pengolahan susu sapi berkisar 100-150 juta rupiah/bulan. Namun, setelah erupsi dapat dikatakan usaha susu sapi ini berhenti total. Dari 257 kepala keluarga (KK) di Dusun Boyong, dari yang dahulu memiliki sekitar 500 sapi, saat ini hanya menyisakan sekitar 300 ekor sapi saja. “Total menjadi tidak bisa berproduksi. Ada beberapa yang mati, ada yang dijual dengan harga murah, tapi kemudian habis untuk modal. Kalau mau jual pasir harganya juga masih murah,” tutur Sogimun.
Diakui Sogimun, sampai saat ini masih dijumpai beberapa persoalan di dusun mereka. Persoalan khususnya minimnya stok air dari Sungai Boyong. Kalaupun mengalir, airnya masih mengandung zat besi sehingga kurang enak dan kurang sehat untuk dikonsumsi. “Ya, bantuan memang sudah ada, seperti pralon, droping, dan sumur bor, tapi airnya tetap masih mengandung zat besi,” katanya.
Di tempat yang sama, Sri Astuti dari KPP Pangestu Mirikebo Pakem kepada peserta pelatihan menjelaskan beberapa manfaat susu sapi, antara lain, untuk menetralisir racun, kecantikan, mencegah darah tinggi dan jantung, hingga meningkatkan ketajaman penglihatan. Susu mudah rusak atau basi sehingga dimodifikasi menjadi produk lain agar tahan lama, seperti menjadi permen susu, kerupuk susu, dodol susu, dan es krim. “Maka agar tahan lama bisa dibuat produk lain, seperti permen susu atau kerupuk susu ini,” terang Sri.
Permen susu banyak memiliki kelebihan dan hampir tanpa risiko. Permen dapat dibuat sepanjang waktu karena bahan bakunya tersedia banyak. Teknologi yang dipakai juga sederhana dan dapat disimpan untuk jangka waktu lama, bahkan hingga satu tahun. “Di samping itu, tentu bisa menambah penghasilan, apalagi saat ini di pasar permen susu juga belum banyak beredar,” katanya.
Untuk membuat permen susu, peralatan yang dibutuhkan adalah kompor, wajan, pengaduk, nampan plastik, dan solet plastik. Sementara itu, bahan yang digunakan adalah susu sapi sekitar tiga liter, gula pasir enam ratus gram, dan margarin satu sendok makan.
Dalam pelatihan ini, peserta yang terdiri atas ibu-ibu dan remaja putri tampak antusias mengikutinya. Mereka juga berkesempatan untuk mencoba membuat langsung permen susu. (Humas UGM/Satria AN)