GUNUNG KIDUL – Program Studi Magister Manajemen (MM) Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM menerapkan konsep pembelajaran ethics mainstreaming (pengarusutamaan etika) dalam setiap kegiatan pendidikan dan pengajaran kepada mahasiswa. Konsep pembelajaran yang mengedepankan nilai moralitas etika akademik, etika sosial, dan etika lingkungan ini diajarkan di setiap pemberian mata kuliah.
“Konsep ethics mainstreaming ini merupakan yang pertama kali diterapkan di business school di Indonesia,” kata Ketua Pengelola MM, Prof. Lincolin Arsyad, Ph.D., saat membuka kegiatan Kunjungan Mahasiswa MM UGM dalam Pendampingan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah di Pantai Sundak, Desa Kemadang, Tanjungsari, Gunung Kidul, Minggu (20/3).
Lincolin menuturkan konsep pembelajaran pengarusutamaan etika dilaksanakan oleh setiap dosen dalam pemberian mata kuliah tanpa terkecuali. “Semua dosen harus mengajarkan ini, tidak hanya lewat mata kuliah etika bisnis saja,” katanya.
Hal itu dilakukan agar MM UGM mampu menghasilkan lulusan yang berintegritas tinggi terhadap nilai-nilai etika dan moral, dengan mengedepankan sikap kejujuran, peduli terhadap masyarakat sosial dan peduli lingkungan. “Lewat etika akademik, mahasiswa MM harus menghindari perilaku nyontek dan plagiarisme,” katanya.
Selanjutnya, dalam etika sosial, mahasiswa juga memiliki rasa kepedulian terhadap lingkungan masyarakat yang kurang beruntung. “Mahasiswa MM selain memiliki jiwa entrepreneurship, juga harus memiliki rasa kepedulian sosial yang tinggi,” katanya. Sementara itu, dalam etika lingkungan, mahasiswa sejak dini diarahkan untuk mampu peduli terhadap lingkungan sekitar. Hal ini sesuai dengan amanat Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengharuskan setiap lembaga business school untuk peduli dan menjaga keberlanjutan lingkungan lewat program sustainable development dan green management.
Diakui Lincolin, pembelajaran dan penerapan ethics mainstreaming tidak cukup dilakukan di ruang kelas, tetapi juga melalui kegiatan di lapangan. Salah satu yang dilakukan adalah dengan membina kegiatan pendampingan usaha mikro, kecil, dan menengah dalam usaha budi daya rumput laut di Desa Demangan, Tanjungsari, Gunung Kidul. “Semuanya harus lewat learning by doing, belajar langsung dari pengalaman di lapangan,” katanya.
Soenarwan Hery Poerwanto, S.Si., M.Kes, dosen pembimbing lapangan yang ikut mendampingi kegiatan mahasiswa MM UGM, mengungkapkan potensi ekonomi yang dapat dikembangkan di Desa Kemandang sebagai salah satu daya tarik wisata, yakni memanfaatkan potensi budi daya rumput laut, buah jeruk pamelo, dan ketela pohon. “Saat ini, belum ada proses pendampingan dan pemasaran. Pendampingan yang dilakukan MM UGM diharapkan mampu membantu proses alih teknologi untuk budi daya, pengemasan, dan pemasaran dari usaha yang sudah ada ini,” terang dosen Fakultas Biologi UGM ini.
Hery menjelaskan salah satu potensi yang telah dimanfaatkan oleh masyarakat melalui kegiatan KKN PPM UGM sebelumnya adalah pengolahan rumput laut jenis Ulva Sp. Rumput laut ini sudah diolah menjadi makanan keripik oleh masyarakat. Namun, proses pengolahan dan pengemasan produk rumput laut ini masih menggunakan teknologi sederhana. Belum adanya pemasaran yang baik menyebabkan produk ini belum dijual ke luar kota. (Humas UGM/Gusti Grehenson)