GUNUNG KIDUL – Mahasiswa Program Studi Magister Manajemen (MM) Fakultas Ekonomika dan Bisnis (FEB) UGM melakukan pendampingan dan pelatihan kewirausahaan untuk usaha budidaya rumput laut di Desa Kemadang, Tanjungsari, Gunung Kidul. Kegiatan dimulai dengan melakukan pemetaan dan pendataan petani dan UMKM keripik rumput laut di wilayah Pantai Kukup, Krakal, dan Sundak.
Dalam pendataan diketahui bahwa rumput laut belum dikelola secara optimal. Pengambilan rumput laut masih mengandalkan eksploitasi dari alam. “Teknologi pemanfaatan rumput laut ini masih sederhana. Pengambilan rumput laut harus menunggu sampai pasang surut air laut di pantai,†kata Aditya Budi Krisnanto (24), mahasiswa MM UGM, usai melakukan pendataan.
Aditya menjelaskan pembudidayaan rumput laut perlu dilakukan melalui alih teknologi agar rumput laut bisa diproduksi secara berkelanjutan dan tidak lagi mengandalkan dari alam. “Alih teknologi perlu dilakukan agar produksi terus berlanjut,†katanya.
Ditambahkan Aditya, pengolahan rumput laut masih menjadi usaha sampingan penduduk di sekitar pantai karena panen rumput laut masih mengandalkan musim hujan berakhir. Belum adanya proses pengemasan dan pemasaran yang baik menjadikan hasil produksi keripik rumput laut hanya dijual kepada para pengunjung pantai. “Sebenarnya rumput laut tidak hanya diolah jadi keripik, kini telah diolah menjadi pecel rumput laut dan sambal rumput laut sehingga perlu dihasilkan potensi jenis makanan yang lain,†ujarnya.
Mahasiswa lainnya, Conny, mengatakan faktor alam menyebabkan rumput laut tidak mudah dipanen. Penjulan rumput laut dalam bentuk mentah menjadikan harga 5 kali lebih rendah daripada harga agar-agar. Selain itu, cara pengambilan yang dilakukan saat ini tidak menerapkan konsep keberlanjutan. Salah satu cara yang dilakukan masyarakat dalam memanen rumput laut adalah mencungkil dengan sendok. “Saat pengambilan lebih baik menggunakan tangan daripada sendok sebab jika menggunakan sendok, maka pengambilan hingga sampai ke akarnya. Akibatnya, tidak bisa tumbuh lagi, padahal perkembangan rumput laut sangat lambat,†terangnya.
Dosen Pembimbing Lapangan, Soenarwan Hery Poerwanto, S.Si., M.Kes., menuturkan pendampingan kewirausahaan budidaya usaha rumput laut tidak hanya dilakukan dengan pelatihan kewirausahaan, tetapi juga alih teknologi dan manajemen usaha. “Tidak hanya bidang ekonomi, tapi kelestarian lingkungan yang sangat penting,†katanya.
Pemanfaatan teknologi menjadikan masyarakat tidak tergantung pada alam dalam proses produksi. Pemanfaatan teknologi juga dapat memperpendek siklus produksi. Soenarwan menambahkan mengonsumsi rumput laut sangat baik untuk proses pencernaan.
Suripto (32), salah seorang petani rumput laut asal Dusun Suru, Kemadang, Tanjungsari, Gunung Kidul, menyebutkan pemanfaatan pengolahan rumput laut menjadi keripik ulva hanya sebagai usaha sampingan. Karena sebagian pengambilan rumput laut masih mengandalkan faktor alam, yakni menunggu rumput laut tumbuh mulai akhir musim hujan. â€Kita baru bisa panen 3-4 bulan setelahnya,†katanya.
Rumput laut mentah dijual kepada pengepul dengan harga Rp10.000,00 per kilogram. Namun, dalam bentuk kering, rumput laut dapat dijual seharga Rp15.000,00 per kilogram. (Humas UGM/Gusti Grehenson)