Sedikitnya 110 mahasiswa dari 25 negara mengikuti wisuda Kursus Intensif Bahasa dan Budaya Indonesia UGM atau sering dikenal dengan nama The Indonesian Language and Culture Learning Service (INCULS), Jumat (30/5) di Ruang Auditorium, Gedung Poerbacaraka, Fakultas Ilmu Budaya UGM.
Pelaksanaan wisuda ditandai dengan penyerahan sertifikat oleh Dekan FIB UGM Prof Dr Syamsul Hadi, SU, MA kepada wisudawan dan wisudawati yang mayoritas merupakan mahasiswa asing dari berbagai negara.
Selain memberikan sertifikat kepada peserta Inculs, juga dilakukan penyematan PIN anggota KAGAMA yang dilakukan oleh pengurus KAGAMA pusat. Acara wisuda Inculs tidak seperti layaknya acara wisuda program diploma atau sarjana, malah justru terlihat lebih santai dengan disisi berbagai hiburan penampilan dari peserta kursus.
Dimulai dengan penampilan tari indang dari sumatera barat sebagai tarian selamat datang yang dibawakan oleh 15 orang tutor Inculs. Selanjutnya, diikuti dengan penyampaian kesan dan pesan mahasiwa dari setiap perwakilan kelas, baik dari kelas dasar, kelas menangah maupun kelas lanjut.
Sebagian dari mereka yang tampil memberikan pidato sambutannya, mengaku sangat terkesan sekali dengan sistem pembelajaran bahasa dan budaya Indonesia yang diajarkan di Inculs.
Ki Eung Jang misalnya, mahasiswi asal Korea ini mengaku banyak mendapat pengalaman cukup banyak selama belajar di Inculs. Dirinya sempat memberikan apresiasi kepada dosen dan rekan-reakan mahasiswa di Inculs yang telah membantunya banyak tahu tengan bahasa dan budaya Indonesia.
Kendati begitu, dirinya tetap menilai kemampuan dirinya menggunakan bahasa indonesia masih belum sepenuhnya belum fasih, terutama dalam mempelajari bahasa jawa.
“Saya akui, selain mempelajari bahasa Indonesia saya juga mempelajarai tentang bahasa jawa. Menurut saya, bahasa jawa merupakan yang paling sulit, apalagi jika menggunakan bahasa jawa halus, sangat sulit sekali,†kata Ki Eung Jang yang ikut kelas dasar di Inculs ini.
Bagi Ki Eng Jang, mengenal berbagai budaya dan tempat pariwisata di Indonesia merupakan sesuatu yang menarik baginya. Semua hal tentang Indonesia telah ia pelajari berasal dari tutor Inculs yang menurutnya betul-betul telah mampu melayani keperluannya dengan baik.
“Saya sangat berterima kasih sekali kepada semua pengajar, mereka tetap saja tersenyum meski banyak mendapat berbagai macam pertanyaan aneh dari kita,†ujarnya.
Hal senada juga diakui oleh Miguel Escobar Karela. Pria asal Mexico ini justru pengalaman belajar di Inculs justri membantunya mempelajari Indonesia yang sesungguhnya. Sebelumnya, Escobar mengaku hanya mempelajari budaya dan bahasa Indonesia melalui buku ‘Introduce Self of Indonesia’.
Namun demikian, dirinya merasa tidak cukup dengan mempelajari indonesia lewat buku, sehingga dirinya mencoba ikut tes masuk program The Indonesian Language and Culture Learning Service (INCULS) yang ditawarkan oleh UGM.
Berkat banyak mempelajari buku tentang Indonesia, kata Escobart, hampir 80 persen pertanyaan dalam tes ujian masuk mampu ia jawab.
Berbeda dengan apa yang disampaikan Katherine Jayne Parsons. Wanita asal Australia yang termasuk peserta kelas Lanjut justru menceriterakan pengalamannya saat pertama kali menginjak kakinya di Yogyakarta. Karena belum begitu fasih berbicara bahasa Indonesia, dirinya terpaksa harus membayar ongkos becak sebesar 30 ribu rupiah agar bisa diantar langsung ke kampus UGM.
“Saya belum percaya diri tawar menawar harga dengan tukang becak, saat naik becak saya hanya bisa bilang, belok, kiri-kanan, turun,†ujar Katherine mengingat pengalamannya.
Tidak hanya di Inculs, kata Katherine, dirinya juga memanfaatkan belajar berinteraksi belajar bahasa indonesia ibu kostnya hingga supir taxi. Kendati begitu, Katherine tidak menyangka selama empat bulan di Yogyakarta sudah dilaluinya. Dirinya mengaku, merasa berat meninggalkan Indonesia, karena harus meninggalkan banyak sahabat dari berbagai negara selama di Inculs.
Namun dibalik kesedihannya tersebut, Katherine, seolah tetap optimis dengan menyampaikan beberapa keinginan dan cita-citanya yang menurutnya masih terpendam dan ia mencoba berusaha merealisasinya di masa depan. Apa cita-cita katherine? ternyata masih ada hubungannya dengan Indonesia.
“Saya membayangkan suatu saat nanti saya membaca di halaamn depan koran terkemuka di indonesia, dimana foto saya terpampang sedang berjabat tangan dengan orang nomor satu indonesia, atau muncul foto-foto saya sedang memainkan gamelan dengan teman-teman Inculs dulu, atau dimuatnya komentar saya tentang pertandingan sepakbola antara Indonesia dan Australia di piala dunia,†katanya.
Selain sambutan dari perwakilan mahasiswa Inculs, acara wisuda dan sekaligus penutupan kursus bahasa dan budaya indonesia ini juga diisi dengan penampilan berbagai tarian dan kesenian yang dibawakan oleh mahasiswa asing. Salah satunya, pagelaran wayang kulit dalam tiga bahasa; bahasa inggris, spanyol dan bahasa indonesia oleh salah satu wisudawan Miguel Escobar Varela. (Humas UGM/Gusti Grehenson)