Penalaran moral remaja berorientasi pada kesepakatan dan hukum sosial untuk mewujudkan ketertiban dan kesejahteraan. Penalaran moral tersebut mampu memandu remaja berperilaku prososial sebagai perwujudan tanggung jawab sosialnya.
Menurut Drs. Muhammad Farid, M.Si., dosen Fakultas Psikologi Universitas Darul Ulum, Jombang, remaja yang memiliki pengalaman sebagai sukarelawan, membantu orang lanjut usia, cacat jasmani, dan orang-orang sakit, penalaran moralnya lebih tinggi dibandingkan dengan remaja yang tidak memiliki pengalaman sebagai sukarelawan. “Bahwa dengan memiliki kecerdasan emosi yang berakar dari konsep kecerdasan sosial, berupa kecakapan memahami dan mengelola emosi yang melandasinya, seorang remaja mampu bertindak secara luas dalam relasi manusia,” ujarnya di Auditorium G-100 Fakultas Psikologi UGM, Rabu (23/3), saat menempuh ujian terbuka program doktor bidang ilmu psikologi.
Kecerdasan emosi, menurut Farid, menjadi fondasi dalam membangun relasi sosial yang baik. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosi tinggi, secara sosial memiliki lebih banyak relasi dengan orang lain dan memiliki kualitas relasi jauh lebih baik. “Dengan kecerdasan emosi ini mampu menurunkan perilaku negatif dan perilaku anti sosial, berkemampuan empati, bersedia bekerja sama, dan menjadikan remaja memiliki kepribadian altruistik,” katanya.
Dalam disertasi “Hubungan Penalaran Moral, Kecerdasan Emosi, Religiusitas, dan Pola Asuh Orang Tua Otoritaif dengan Perilaku Prososial Remaja”, Farid menjelaskan jenis kelamin memberi pengaruh dan membentuk pola perilaku yang berbeda. Dalam hal ini, perempuan dinilai lebih dapat berempati dan mampu mengendalikan emosi di saat dirinya berhubungan dengan orang lain, sementara laki-laki secara fisik cenderung lebih agresif. Laki-laki dinilai memiliki kelebihan saat memberikan bantuan kepada orang lain apabila ada risiko atau bahaya.
Oleh karena itu, dari penelitian secara random terhadap 189 remaja laki-laki dan 250 perempuan berusia 12-15 tahun, kelas 9 di 12 SMP di kota Jombang, Farid berkesimpulan bahwa masing-masing variabel penalaran moral, kecerdasan emosi, religiusitas, dan pola asuh orang tua otoritatif berkorelasi positif dengan perilaku prososial remaja. Keempat prediktor tersebut memberi sumbangan 25,30% terhadap perilaku sosial remaja. “Bentuk perilakunya seperti bekerja sama, menolong, berbagi, mempertimbangkan hak, dan kesejahteraan orang lain,” kata Farid yang dinyatakan lulus dengan predikat memuaskan dan menjadi doktor ke-1356 yang diluluskan UGM. (Humas UGM/ Agung)