Mewujudkan kawasan educopolis menjadi salah satu visi yang dikembangkan dalam Rencana Induk Pengembangan Kampus (RIPK). Ini merupakan langkah Universitas dalam menciptakan lingkungan yang kondusif bagi berlangsungnya proses pembelajaran. Upaya ini ditempuh dalam konteks mengembangkan kolaborasi multidisiplin dan tanggap terhadap isu ekologis demi mencapai visi Universitas.
Dalam pandangan mahasiswa UGM, Harisudewo Budiyuwono, UGM memang dalam posisi yang strategis. Di samping itu, banyaknya fasilitas umum yang dimiliki menjadikan intensitas kendaraan yang masuk ke wilayah UGM mengalami penambahan secara terus-menerus. “Hal ini berakibat lalu lintas semakin padat, bising, dan menjadikan kondisi belajar mengajar menjadi tidak kondusif,” ujarnya di kampus UGM, Kamis (24/3).
Permasalahan ini pula yang kemudian menarik perhatian Haris, demikian ia akrab dipanggil, untuk mengangkatnya menjadi tema skripsi dalam rangka menyelesaikan tugas akhir di Jurusan Teknik Sipil dan Lingkungan, Fakultas Teknik UGM. Dijelaskannya bahwa untuk menjamin keamanan internal dan eksternal, sudah layak UGM melakukan pengaturan lalu lintas kampus. “Banyak kendaraan melintas di kawasan ini tanpa memiliki keperluan yang jelas. Ini pula yang kemudian memicu timbulnya banyak tindak kriminal, seperti pencurian dan lain-lain,” tambahnya.
Oleh karena itu, wajar bila pihak universitas kemudian mengeluarkan kebijakan pemberlakuan Kartu Identitas Kendaraan (KIK). Kartu yang diberikan kepada civitas akademika dan mitra UGM dengan cara mendaftarkan kendaraan. Dengan kartu ini, mereka akan mendapat jaminan keamanan selama berada di dalam kampus. “Sayang, dengan KIK harus menunjukkan saat masuk dan keluar gerbang sehingga menimbulkan antrian. Karena itu, perlu pengkajian mendalam penggunaan KIK agar mampu memberikan pelayanan dengan baik,” sambung Haris.
Hasil penelitian Haris menunjukkan kendaraan yang melintas di kawasan UGM didominasi sepeda motor, sebanyak 85%, sedangkan yang jarang melintas di UGM adalah kendaraan berat. Sebagai wilayah pendidikan, tingkat kebisingan ini perlu dibatasi. “Jika kendaraan berat mulai banyak yang melintas di kawasan ini, maka dapat dipastikan bahwa UGM akan menjadi tidak nyaman untuk kegiatan belajar mengajar,” tuturnya.
Data lain memperlihatkan 75% yang melintas di kawasan UGM merupakan mahasiswa UGM yang ingin melaksanakan tugas kampus, seperti kuliah dan belajar kelompok. Enam persen mahasiswa UGM memiliki kegiatan lain, misalnya berorganisasi ataupun hanya sekadar janjian dengan teman. “Inilah bukti letak UGM yang strategis dan dikenal banyak orang sehingga sering kali menjadi tempat pertemuan,” terangnya.
Haris menambahkan sepuluh persen responden menyatakan melintasi UGM untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Mereka mengakui di wilayah UGM terdapat fasilitas, seperti kawasan Lembah yang dapat dimanfaatkan untuk fitness. Selain itu, terdapat pula Gelanggang Mahasiswa, yang menjadi pusat kegiatan mahasiswa. Sementara itu, sembilan persen responden mengaku melintasi kawasan UGM hanya sekadar untuk refreshing atau jalan-jalan. Di wilayah UGM ini, menurut pengakuan mereka, masih cukup asri sehingga banyak yang berjalan-jalan atau berolahraga untuk menghilangkan kejenuhan, terutama di sekitar Grha Sabha Pramana.
Haris dalam skripsinya berkesimpulan bahwa kondisi lalu lintas di kawasan UGM saat ini memang sudah memerlukan pembenahan. Pembenahan dilakukan demi menuju visi Universitas dengan diawali pembentukan kawasan educopolis. Volume arus lalu lintas pada jam sibuk di tiap simpang pun berbeda-beda. “Dari beberapa simpang yang ada, pintu masuk yang paling sedikit dipergunakan adalah pintu sebelah utara BNI. Meski begitu, pintu ini perlu mendapat perhatian sebab volume arus lalu lintas pada simpang tersebut juga cukup tinggi sehingga berpotensi menimbulkan kecelakaan,” ujarnya.
Haris mencatat volume lalu lintas pada jam puncak yang terbesar di simpang Teknik, 1900.35 smp/jam, pada 27 September 2010, simpang BNI, volume 2074.9 smp/jam pada 1 Oktober 2010. Sementara itu, simpang Boulevard, tercatat volumenya 1463 smp/jam pada 1 Oktober 2010. Berikutnya, simpang Humaniora, 1604.5 smp/jam pada 27 September 2010. “Antrian terjadi di setiap pintu masuk ketika jumlah lajur hanya satu. Jika ditambah jumlah lajurnya, maka dapat mengurangi antrian. Inilah yang terkadang berpengaruh terhadap layanan,” kata Haris. (Humas UGM/ Agung)