YOGYAKARTA – Dosen Jurusan Teknik Geodesi, Fakultas Teknik UGM, Ir. Istarno, M.T., berhasil mengembangkan model elevasi digital data teknologi Light Detection and Ranging (Lidar). Atas hasil penelitiannya, Istarno berhasil memperoleh gelar doktor di bidang penginderaan jarak jauh untuk data spasial. “Lidar merupakan teknologi yang menggunakan sinar laser yang dibawa pada pesawat udara untuk melakukan pengukuran jarak jauh. Melalui teknologi ini, mampu diperoleh data ketinggian dengan kerapatan 25 titik setiap 1 meter persegi,†kata Istarno dalam ujian terbuka promosi doktor dirinya di Fakultas Geografi UGM, Sabtu (26/3). Dalam ujian tersebut, Istarno berhasil lulus dengan predikat cumlaude. Bertindak selaku promotor Prof. Dr. Hartono, D.E.A., D.E.S.S., dengan Ko-promotor Ir. Subaryono, M.A., Ph.D. dan Prof. Dr. Dulbahri.
Kepada wartawan, Istarno mengatakan Lidar merupakan salah satu teknologi dalam dunia pemetaan dan lebih berfokus pada penginderaan jauh. Teknologi ini menggunakan gelombang laser sebagai sensor yang ditembakkan ke objek muka bumi dan merekam waktu pantulannya kembali setelah mengenai objek. Dengan menggunakan pesawat udara dengan ketinggian rendah, teknologi ini andal dalam akurasi dan presisi. “Teknologi ini bisa memperoleh data secara singkat, cepat, dan akurat dibanding menggunakan juru survei yang memakan waktu yang lama,†kata pria kelahiran Yogyakarta tahun 1956 ini.
Perekaman objek rupa bumi lewat Lidar dapat dilakukan kapan saja, siang atau malam. Hal itu berbeda dengan foto udara yang membutuhkan sinar matahari yang memberikan energi cahaya pada objek sehingga mampu terekam dalam sensor kamera. Lidar mengukur rentang waktu kembalinya gelombang yang ditembakkan (aktif). Gelombang laser akan kembali setelah mengenai objek permukaan bumi. “Satu objek bisa menghasilkan data dalam radius 50 kilometer,†katanya.
Meski demikian, kata Istarno, pemanfaatan teknologi ini masih minim karena memerlukan biaya yang cukup mahal dalam setiap kali perekaman data. Salah satunya adalah biaya sewa pesawat. “Pemanfaatan di Indonesia baru digunakan di daerah tambang. Jarang digunakan pemda. Kalaupun ada, biasanya untuk perencanaan,†tambahnya.
Berbeda di negara luar, teknologi ini sudah marak digunakan dan sebagai standar baku dalam proses penyusunan dokumen perencanaan. Selain untuk perencanaan pembangunan dan mengetahui kandungan bahan tambang, Lidar juga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan kebencanaan, seperti untuk mengetahui tingkat kerusakan bangunan akibat bencana tsunami, juga kandungan lahar gunung api.
Tidak hanya itu, teknologi ini dapat dimanfaatkan untuk mengukur vegetasi dan volume kayu di areal hutan. “Untuk biaya teknologi Lidar menggunakan pesawat, biayanya 100 ribu rupiah per hektar, minimal sepuluh ribu hektar,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)