YOGYAKARTA-Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT) menggandeng Fakultas Pertanian UGM dalam program bedah desa menuju desa tumbuh mandiri. Kerja sama telah diwujudkan melalui penandatanganan perjanjian kedua pihak di Fakultas Pertanian UGM, Senin (28/3).
Hadir dalam acara tersebut, Menteri Negara Pembangunan Daerah Tertinggal (PDT), Helmy Faishal Zaini, Wakil Rektor Bidang Alumni dan Pengembangan Usaha, Prof. Ir. Atyanto Dharoko, M.Phil., Ph.D. dan Dekan Fakultas Pertanian UGM, Prof. Ir. Triwibowo Yuwono, Ph.D.
Dekan Fakultas Pertanian UGM, Prof. Ir. Triwibowo Yuwono, Ph.D., menuturkan program bedah desa menuju desa tumbuh mandiri pada prinsipnya ingin menumbuhkan kemandirian desa tertinggal dengan melibatkan mahasiswa dan sarjana. Model pengembangannya adalah dengan inti plasma. “Sebagai intinya adalah desa yang dibina dan plasmanya adalah desa-desa di sekitarnya,” kata Triwibowo.
Triwibowo menambahkan keterlibatan mahasiswa dan sarjana dari Fakultas Pertanian UGM dalam program tersebut merupakan tindak lanjut MoU Rektor UGM dan Menteri Negara PDT beberapa waktu lalu.
Ia mengatakan konsep bedah desa menuju desa tumbuh mandiri nantinya akan melalui beberapa tahapan, seperti tahap pra, pengembangan, implementasi, hingga monitoring dan evaluasi serta refining program. “Intinya, desa bisa tumbuh mandiri dari ketertinggalan. Program merupakan tindak lanjut dari MoU Rektor UGM dengan Menteri PDT beberapa waktu lalu,” tambahnya.
Sementara itu, Wakil Rektor Bidang Alumni dan Pengembangan Usaha, Prof. Ir. Atyanto Dharoko, M.Phil., menuturkan program bedah desa ini sejalan dengan visi dan misi UGM sebagai kampus kerakyatan, yang bertujuan untuk kesejahteraan dan kebahagiaan masyarakat. Program tersebut merupakan tantangan baru, khususnya bagi Fakultas Pertanian, untuk berkiprah memajukan desa tertinggal. Prof. Atyanto dalam kesempatan itu mengingatkan konsep ‘people follow infrastucture’. “Dengan kolaborasi dan melibatkan mahasiswa maupun sarjana, ini merupakan tantangan baru bagi Fakultas Pertanian untuk mengembangkan daerah/desa tertinggal, tapi jangan infrastructure follow people karena nanti kondisinya hanya akan seperti Jakarta,” jelas Atyanto.
Di tempat yang sama, Menteri Negara PDT, Helmy Faishal Zaini, mengatakan masalah jarak (disparitas) antardaerah dan ekonomi masyarakat merupakan persoalan yang saat ini tengah dicarikan solusi dan kebijakan. Jika persoalan ini tidak segera dicarikan solusi, nantinya akan menciptakan sebuah pertentangan dan konflik antardaerah. “Beberapa persoalan dari hal itu adalah mengenai lahan tidur dan pemberdayaan masyarakat,” kata Helmy.
Helmy menjelaskan setidaknya tercatat masih ada 183 daerah (kabupaten) dan 32 ribu desa tertinggal di Indonesia. Dari 32 ribu desa tertinggal ini, 60%-nya berada di daerah tertinggal. Selain pengembangan infrastuktur, pihaknya juga mempunyai program pemanfaatan 1.000 hektar lahan di daerah tertinggal dengan mendorong fiskal. “Targetnya paling tidak 50 daerah (kabupaten) tertinggal ini bisa dientaskan, maka kita juga dukung program ini maupun program serupa yang telah dikembangkan, seperti Anies Baswedan melalui Indonesia Mengajar untuk daerah tertinggal,” pungkas Helmy. (Humas UGM/Satria AN)