Hampir 5% tiap tahun terjadi penyempitan lahan sawah di wilayah Kodya Yogyakarta. Bahkan rata-rata telah terjadi alih fungsi lahan pertanian menjadi lahan non-pertanian sebesar 200 ha setiap tahunnya.
Hal ini menggambarkan terjadinya peningkatan jumlah penduduk setiap waktu menuntut tersedianya fasilitas pendukung untuk hidup hidup mereka. Ini pula yang mengakibatkan alih fungsi lahan pertanian menjadi non-pertanian tidak dapat dihindari. Di Indonesia saja, pertambahan jumlah penduduk masih cukup tinggi yaitu sebesar 1,3% pertahun, ini berarti setiap tahun sekurang-kurangnya 2,6 juta penduduk baru perlu disediakan pangan, sandang dan tempat tinggal.
“Oleh karena itu, sisa lahan (yang umumnya marjinal) seperti lahan gambut, lahan pasir pantai, lahan karst/kapur perlu ditingkatkan produktivitasnya melalui berbagai macam teknologi inovatif, supaya ketersediaan pangan bagi penduduk dapat tercukupi dan merata di seluruh wilayah negeri ini,†papar Prof Dr Ir Bambang Djadmo Kertonegoro MSc, Senin (2/6) di ruang Balai Senat UGM.
Pria kelahiran Surakarta 19 Juni 1945 menyampaikan hal itu saat dikukuhkan sebagai guru besar pada Fakultas Pertanian UGM. Ketua II Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) mengucap orasi berjudul “Pemarelan Dalam Konsep Teknologi Edafik Sumbangannya Bagi Pertanian Berkelanjutan dan Lingkungan Hidupâ€.
Sebagai teknologi inovatif, kata Bambang Djadmo, pemarelan atau pencampuran jenis tanah satu dengan jenis tanah lain pada hakekatnya memiliki kesamaan filosofi dengan pemuliaan tanaman, kawin silang pada hewan ternak, perkawinan antar suku atau antar bangsa, yang pada umumnya mampu meningkatkan kualitas hasil campurannya. Pemarelan pada tanah sebagai media tumbuh tanaman, dapat digunakan sebagai pilihan, guna mengimbangi teknologi yang sudah ada yakni pemupukan, pengapuran, pengolahan tanah, pengairan/drainase, pengabuan (pemberian abu) dan pemulsaan.
“Karena pemarelan tidak mengikutsertakan bahan-bahan kimia yang berpotensi mencemari lingkungan, maka pemarelan memiliki peluang untuk digunakan sebagai upaya peningkatan produksi pertanian yang berkelanjutan (sustainable). Pemarelan tidak hanya dapat dilakukan pada tanah mineral, tetapi juga dapat digunakan untuk tanah gambut,†ujar alumnus S2 pertanian University of Ghent Belgia tahun 1997 ini.
Dijelaskan ayah Swanriva Perwitasari STP dan Jodie Yogawan Shima dari perkawinannya dengan Sri Kawuryan, pemarelan tidak hanya bermanfaat bagi peningkatan produktivitas tanah untuk budidaya tanaman, tetapi menunjukkan prospek cerah bagi peningkatan produktivitas kolam dalam budidaya ikan. Manipulasi tanah dasar kolam dengan cara pemarelan telah menunjukkan peningkatan kualitas air diatasnya, serta telah terbukti dapat mendorong tumbuhkembangnya biota air yang menjadi pakan alami bagi ikan yang dibudidayakan.
“Pencapuran jenis tanah yang satu dengan tanah yang lain telah meningkatkan kinerja tanah sebagai bahan pengendali pencemaran pada lingkungan yang tercemar oleh limbah-limbah industri, rumah tangga, rumah sakit, bengkel-bengkel otomotif, pertambangan dan lain-lain,†jelasnya.
Alumnus program doktor pertanian Universitas Putra Malaysia tahun 2001 lebih lanjut mengatakan, reaksi dasar yang bekerja di dalam proses pemarelan antara lain melalui perubahan struktur tanah yang dapat mendorong terbentuknya pori-pori atau rongga-rongga di dalam tanah, yang berpengaruh terhadap proses pertukaran udara tanah dengan atmosfer, perkembangan akar dan mikroba, serta pengendalian aliran/gerakan air dan zat-zat terlarut di dalam tanah. Selain itu, juga melalui pertukaran ion antara bahan padat tanah dan zat-zat terlarut (ion-ion) di dalam fase cair tanah.
“Pertukaran ion dapat berupa pengerapan (sorption), penyerapan (absorption), penjerapan (adsorption), penyematan (fixation) dan pelepasan (desorption) unsur-unsur secara salintindak antara bahan-bahan penyusun tanah terutama bahan organik (bahan-bahan humus, plisakarida-polisakarida), bahan anorganik non-kristalin (allofan, seskuioksida), bahan-bahan anorganik kristalin (oksida-oksida dan hidroksida dari besi, aluminium, silikon, mineral-mineral primer dan lempung, karbonat-karbonat, sulfat-sulfat, fosfat-fosfat dan sulfida-sulfida) dan ion-ion di dalam airpori,†tandas Bambang Djadmo. (Humas UGM).