Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Taufiq Effendi mengatakan Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahan (RUU-AP) akan menjadi momentum bagi perubahan mendasar dalam penyelenggaraan pemerintahan kedepan. RUU ini diharapkan akan merubah mind-set (pola pikir) dan cultural-set (pola budaya) aparatur negara dalam melayani masyarakat, sekaligus menutup peluang korupsi, kolusi dan nepotisme serta mewujudkan pemerintahan yang baik.
Demikian pernyataannya saat menjadi keynote speech Diskusi “Menyongsong Rancangan Undang-Undang Administrasi Pemerintahanâ€, Rabu (4/6) di Fakultas Hukum UGM.
Kata Menpan, setelah diundangkan para pejabat pemerintahan akan memiliki dasar hukum kewenangan untuk menetapkan tindakan dan Keputusan Pemerintahan. Undang-undang ini memberikan perlindungan kepada pejabat untuk taat dan menjalankan peraturan perundang-undangan dalam melaksanakan tugas, fungsi dan kewenangannya.
“Keberpihakan penyelenggara pemerintahan adalah kepada masyarakat, dan wujud nyatanya pada pemberian pelayanan kepada masyarakat. Dalam hubungan ini, dalam RUU mengamanatkan kepada Pejabat Pemerintahan untuk menyusun Standar Operasional Prosedur (SOP) yang digunakan sebagai dasar operasional dalam pengambilan tindakan dan keputusan pejabat pemerintahan,†paparnya.
Diakui, jika administrasi/birokrasi pemerintahan belum memuaskan, belum efisien, efektif dan produktif. Sistim Administrasi Pemerintahan masih bersandar pada hukum formil semata, yaitu Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986, juncto Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2004 tentang Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Menurut Menpan, selama 21 tahun berlaku UU ini hampir-hampir tidak memiliki kekuatan yuridis, dan keputusan peradilan TUN yang telah memiliki kekuatan hukum tetap-pun tidak dapat dijalankan secara konkrit. Salah satu penyebab lemahnya pelaksanaan Undang-Undang Peradilan TUN adalah karena belum adanya hukum materiil (substantif) yang ditetapkan dalam RUU Administrasi Pemerintahan.
“RUU AP ini juga mengatur peran dan memperluas kompetensi Peradilan TUN. Apabila kedua Undang_undang ini telah diberlakukan, Insya Allah stigma negatif pemerintahan dapat dihilangkan dan kasus-kasus administrasi pemerintahan dengan warga masyarakat dapat diselesaikan oleh Pejabat Pemerintahan, secara adil dan fair di Peradilan TUN,†imbuhnya.
Lebih lanjut dijelaskan, praktek administrasi pemerintahan selama ini belum optimal, hak-hak rakyat untuk mendapatkan jaminan perlindungan dan kepastian hukum dalam penyelenggaraan Administrasi Pemerintahan masih terkendala. Korupsi masih terbuka, belum transparan dan akuntabilitas belum menjadi bagian dari tanggungjawab pejabat.
“Untuk itu apabila kualitas penyelenggaraan pemerintahan ingin ditingkatkan, maka diperlukan perbaikan mendasar yang konstruksinya terdapat pada Undang-Undang Administrasi Pemerintahan ini,†tukasnya (Humas UGM)