YOGYAKARTA – Sedikitnya 27 dari 38 Kabupaten yang berada di daerah perbatasan masih dalam kategori daerah tertinggal. Dampak dari belum optimalnya pemerintah melaksanakan pembangunan ekonomi di daerah perbatasan. Bahkan, beberapa kecamatan terisolir di daerah perbatasan Kalimantan, sektor perdagangan dan perekonomiannya sudah dikuasai Malaysia.
Demikian yang mengemuka dalam seminar nasional ‘Pulau-pulau terdepan sebagai Bingkai Negara Kesatuan Republik Indonesia’ di Fakulas Geografi UGM, Minggu (4/4). Hadir diantaranya Kepala Bakosurtanal Dr. Asep Karsidi, MSc, Deputi Pengembangan Regional Bappenas Rohmad Supriyadi, dan pakar informasi geospasial UGM Prof. Dr. Suratman, M.Sc.
Supriyadi mengatakan tahun 2011 pemerintah memprioritaskan lima aspek dalam pembangunan daerah tertinggal di wilayah perbatasan, yakni aspek ketahanan, kemanan, hukum, kesejahteraan ekonomi dan kelembagaan masyarakat. “Tidak cukup kemanan saja, tanpa mengandalkan kekuatan masyarakat setempat,†katanya.
Tahun ini , kata Supriyadi, Departemen Keuangan memberikan dana alokasi khusus utuk pembangunan sarana dan prasarana pada daerah-daerah perbatasan untuk membuka akses daerah-daerah perbatasan yang selama ini terisolasi.â€Bappenas memprioritaskan 5 kabupataen di Kalimantan Barat dan 3 kabupaten di Kalimantan timur, untuk membuka keterisolasian kecamatan di perbatsan negara tetangga,†ujarnya.
Dia mengakui, beberapa kecamatan di daerah perbatasan sudah diminta bergabung ke Malaysia karena sektor perekonomian dan transportasi sudah terintegrasi ke Malaysia.“Kecamatan ini cukup terisolir, akses untuk menuju wilayah itu justru lebih mudah lewat Malaysia,†katanya.
Sementara pakar Geospasial UGM Suratman mengatakan, ketimpangan pembangunan wilayah dan geospasial di daerah perbatasan perlu ditangani segera secara bertahap agar tingkat disparitas ketertinggal antar daerah di Indonesia semakin kecil. Menurutnya target pemerintah menurunkan disparitas ketertinggalan daerah di perbatasan hingga 30 persen sangat tidak proporsional. Mengingat rawannya daerah perbatasan ini bergabung ke Negara tetangga. “Idealnya, ketimpangan ketertinggalan ini bisa ditekan hingga 10 persen. Ibarat luka setelah dioperasi, tidak mungkin lukanya dibiarkan menganga 30 persen karena tidak dijahit,†katanya bertamsil.
Suratman menambahkan, tugas pemerintah mempercepat pengentasan daerah tertinggal di wilayah perbatasan memang cukup berat. Pasalnya, mengelola wilayah perbatasan berhubungan dengan negara tetangga. Oleh karena itu, pembangunan wilayah perbatasan harus diikuti dengan peningkatan SDM yang tinggi. “Salah satunya lewat pembangunan wilayah berbasis spasial, lewat data spasial bisa menjadi data kongkrit di lapangan tentang apa yang harus dilakukan,†pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)