Mantan Ketua MPR RI Prof Dr Amien Rais MA mengaku belum menentukan sikap untuk maju dalam pilpres 2009. Hal ini ditegaskan Amien saat menjawab pertanyaan langsung dari budayawan kondang, Emha Ainun Najib yang akrab disapa Cak Nun dalam acara bedah buku karya Amien Rais, yang bertajuk ‘Selamatkan Indonesia’, Kamis (5/6) di Ruang Auditorium MM UGM.
“Tantangan dari pak emha ini, saya katakan, masih menunggu bisikan dari atas (langit). Saya akan tanya sama malaikat Jibril, Mikail, dan lain-lain. Kalo belum ada bisikan, saya akan ijin dulu (belum capres),†kata Amien.
Jawaban diplomatis yang dilontarkan oleh Amien ini, menjawab pertanyan yang disampaikan Cak Nun setelah menanggapi isi buku karya Amein Rais setebal 298 halaman ini. Dalam buku tersebut Amien sempat menulis, untuk mencapai kemandirian bangsa diperlukan kepemimpinan alternatif. Menanggapai tulisan terakhir ini, Cak Nun mengakui dirinya tidak sepenuhnya sepakat dengan adanya kepemimpinan alternatif. Sebaliknya, dirinya menyarankan agar Amien Rais maju menjadi pemimpin nasional dalam rangka mengatasi berbagai permasalahan yang dihadapi bangsa ini.
Sementara Amien Rais menyatakan bangsa indonesia mengalamai sindrom Hanoman. Dimana selalu merasa inferior dihadapan bangsa-bangsa lain. Padahal bangsa indonesia memiliki potensi untuk maju dan mandiri dalam berbagai hal dengan bangsa lain.
“Kita bangsa yang besar dan punya potensi, cuman barangkali kita terkena sindrom Hanoman. Dalam ceritera pewayangan, Hanoman itu sangat sakti yang bisa mengalahkan Rahwana. Namun dirinya merasa sangat kecil, seekor kera yang tidak mungkin akan mampu mengalahkan Rahwana yang super power (negara adidaya). Namun setelah mendapat dukungan dari teman-temannya Hanoman ternyata berhasil mengalahkan Rahwana yang raksasa itu,†jelasnya.
Menurut Amien, manusia indonesia, sebenarnya bisa melampui kebiasasn yang dimiliki oleh bangsa-bangsa lain.
Ikut hadir menjadi narasumber dalam bedah buku tersebut, Pakar Politik UGM Prof Dr Mochtar Mas’oed, dan Ekonom Dr Drajat Hari Wibowo dengan dipandu oleh Harwanto Dahlan. (Humas UGM/Gusti Grehenson)