Banyak pihak dinilai masih kurang memberi perhatian pada upaya pemenuhan kebutuhan listrik di daerah pesisir. Namun peneliti Pusat Studi Energi UGM, Drs. Sudiarto, MS menjadi segelintir orang yang peduli terhadap permasalahan tersebut. Hampir tiga tahun, ia berupaya memecahkan masalah tersebut dengan membuat prototipe generator listrik berdaya 200 watt hingga 500 watt.
Ketertarikan Sudiarto terhadap pembuatan mesin ini disebabkan karena rasio elektrifikasi di tanah air hanya sebesar 57 persen, sementara masih ada 43 persen warga Indonesia belum menikmati aliran listrik. Sedangkan berharap pada Perusahaan Listrik Negara (PLN) untuk menyalalurkan energi listrik ke seluruh wilayah membutuhkan waktu dan biaya yang cukup besar. “Belum lagi terkait infrastruktur. Apalagi listrik tersebut untuk daerah yang terpencil atau pelosok,” ujar Sudiarto, di Kampus UGM, Jum’at (15/4).
Oleh karena itu prototipe generator dengan memanfaatkan sumber energi terbarukan berupa angin dan surya diharapkan menghasilkan energi lisrik berdaya 200 watt hingga 500 watt.”Fokus saya, bagaimana memberdayakan tenaga terampil di daerah pesisir seperti di Bantul dan Gunungkidul. Kini sudah jadi prototipe dan tinggal dikembangkan,” kata Sudiartono, yang juga menjabat sebagai Wakil Kepala Pusat Studi Energi UGM.
Beberapa pekerjaan pernah dijalani dosen Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) UGM ini, dalam rangka mencukupi kebutuhan energi listrik di daerah terpencil. Dia berkesimpulan Pembangkit Listrik Tenaga Bayu (PLTB) yang ia hasilkan dengan mesin prototipe generator sedikit lebih baik dibanding menggunakan panel surya. Melalui pemasangan panel surya sebagai sumber energi listrik, ternyata hanya memenuhi kebutuhan listrik masyarakat sebesar 50 watt saja. Itupun hanya bisa dimanfaatkan sebagai lampu penerang dengan tiga lampu berkekuatan 10 watt per unit.
Kondisi ini tentu berbeda dengan prototipe generator PLTB yang menghasilkan listrik berkekuatan 200 watt. Dengan daya yang lebih besar tentu tidak hanya penerangan lampu, tapi bisa dimanfaatkan pula untuk seterika dan televisi.
Sudiarto sesungguhnya telah lama melakukan riset generator low RPM ini. Bahkan sejak tahun 2009 dengan dana kantong pribadi, ia sudah memulai pekerjaan ini. Untung di tahun 2011, pekerjaan ini mendapat dukungan pendanaan dari Program Hibak Kompetisi- berbasis Institusi (PHK-I) setelah proposal yang diajukan lolos seleksi.
Dalam mewujudkan alat ini iapun tidak bekerja sendiri. Tak segan-segan ia mengajak sejumlah tenaga terampil yang memiliki keahlian di bidang dinamo dan las. “Saya memang memanfaatkan tukang service dinamo dan tenaga bengkel las yang ada di Bantul dan Gunungkidul. Dengan begitu usaha kecil merekapun hidup dan nampaknya mereka juga senang dengan mendapat orderan semacam ini,” terang Sudiarto.
Sudiarto menuturkan generator low RPM untuk PTLB ini seratus persen berbahan dalam negeri. Sehingga ia merasa tak begitu khawatir dengan perawatannya. “Harganya sangat terjangkau dengan memanfaatkan onderdil yang bisa diperoleh di pasar lokal baik di Jakarta, Surabaya hingga Semarang,” katanya.
Dalam proses pengerjaan, Sudiarto sangat terkagum dengan ketekunan dan ketelatenan para teknisi dinamo dan bengkel las. Meski hanya memiliki pendidikan formal yang minim, para teknisi secara tekun mengerjakan las dan menggulung kawat tembaga untuk membuat kumparan motor. “Saya salut dengan ketekunan mereka, bagaimana tidak dengan telaten mereka mampu menggulung ratusan kawat tembaga untuk membuat sebuah dinamo motor,” ucap Sudiarto.
Oleh karena itu melalui generator yang memanfaatkan sumber tenaga angin (bayu) dan tenaga matahari ini, Sudiartono berharap tiga tahun ke depan bisa terbangun industri kecil dan menengah di daerah pesisir seperti Bantul dan Gunungkidul. Sebab dengan angin dan surya yang banyak tersebar di Indonesia makin banyak pula energi listrik yang dihasilkan.
Energi listrik dari produk generator inipun nantinya bisa dimanfaatkan untuk menghidupkan mesin jahit. “Jadi tidak hanya lampu penerangan, alat elektronik televisi dan radio. Tentu saja hal ini akan menggerakan industri kecil dan menengah di kawasan pesisir, pinggir sungai dan daerah-daerah terpencil,” harapnya. (Humas UGM/ Agung)