YOGYAKARTA – Sedikitnya 10 undang-undang berkenaan dengan birokrasi dalam pelayanan investasi perlu direvisi. Keberadaan UU ini dinilai menghambat tumbuhnya iklim investasi di Indonesia. Sepuluh undang-undang yang perlu direvisi tersebut adalah Undang-undang perusahaan perseroan terbatas (UUPT), undang-undang bidang Gangguan (HO), UU ordonansi perusahaan, UU Investasi, UU Pertanahan, UU Bea perolehan hak atas tanah dan Bangunan, UU Pertambangan Mineral dan Batu bara, UU Ketenagakerjaan, UU Pasar Modal dan UU Pembentukan Peraturan perundang-undangan. Hal itu disampaikan Drs. Taufiq Effendi, M.B.A., dalam ujian terbuka untuk memperoleh derajat gelar doktor dirinya di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada, Jumat (15/4). Bertindak selaku promotor Prof. dr. Muchsan, S.H. dan Ko-promotor Prof. Dr. Nindyo Pramono, S.H., M.S.
Dihadapan tim penguji yang diketuai Prof. Dr. Marsudi Triamojo, S.H., L.L.M., Taufiq Effendi menyampiakan beberapa alasan kenapa UU ini mendesak untuk direvisi, pertama sepuluh UU itu bersifat tidak konsisten terhadap politik hukum nasional yaitu Pancasila dan UUD 1945. Kedua, bersifat sentralistik yang tidak sejalan dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah. Ketiga, terjadi tumpang tindih antara peraturan perundang-undangan satu dengan lainnya yang terlihat dari pasal-pasal yang mengaturnya. “Sepuluh undang-undang yang berhubungan dengan birokrasi dalam pelayanan investasi ini mengandung problematik dan muatan perundang-undangan perlu dilakukan perbaikan atau revisi agar sesuai dengan teori hukum yang baik dan arah politik hukum Indonesia,†kata anggota Komisi II DPR RI ini.
Selain itu, kata mantan menteri Negara pendayagunaan aparatur Negara ini mengatakan keberadaan UU ini menghambat upaya reformasi birokrasi yang harus menitikberatkan pada perubahan mindset dan culturalset birokrasi dari birokrasi ‘dilayani’ menjadi ‘melayani’ agar mampu menjalankan perannya sebagai abdi masyarakat.Ia menambahkan, kendala birokrasi menyebabkan iklim invetasi belum berkembang di Indonesia. “Ada kendala-kendala birokrasi dalam pelaksanaan peraturan perundang-undangan sehingga iklim investasi belum tumbuh dan berkembang di Indonesia,†katanya.
Kendala birokrasi tersebut disebabkan kebijakan yang masih terjadi tarik menarik antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah. Selanjutnya, hambatan penerapan standar kelembagaan antara pusat dan daerah. “Adanya sentralisasi kewenangan dalam pelayanan investasi dan ketidakjelasan dalam pengaturan tentang kelembagaan daerah menyebabkan penerapan standar kelembagaan didaerah memiliki interpretasi yang berbeda-beda,â€paparnya.
Berikutnya, kendala keterbatasan tenaga-tenaga yang memiliki kompetensi yang tinggi dan profesional dalam pelayanan menyebabkan reformasi birokrasi belum terealisasi. Hal ini disebabkan proses rekrutmen, terutama di daerah-daerah yang mengalami kesulitan untuk mendapatkan pegawai yang memiliki kompetensi sesuai dengan yang dibutuhkan. Bahkan, masih minimnya kesejahteraan para pegawai ternyata belum mampu mengubah cara berfikir sebagai pelayanan masyarakat dan cenderung berprilaku koruptif sehingga menyebabkan pelayanan menjadi tidak berkualitas.
Dalam ujian promosi doktor, Taufiq Effendi lulus ujian doktor dengan predikat cumlaude. Ketua tim penguji Marsudi Triamojo menyebutkam Taufiq Effendi merupakan lulusan doktor ke-63 yang diluluskan fakultas Hukum dan doktor ke 1362 yang lulus di UGM. Tampak hadir Menteri Koperasi dan UKM RI, Dr. Syarifuddin Hasan, M.M., M.B.A., Ketua Komisi II DPR RI Chairuman Harahap, Mantan Rektor UGM Prof. Dr. Sofian Effendi, M.P.I.A., dan pengamat hukum Tata Negara Prof. Dr. Harun Al-Rasyid (Humas UGM/Gusti Grehenson)