Rumput-rumput di UGM meradang. Dibeberapa titik lokasi di sekitar gedung pusat UGM terlihat layu. Bahkan di beberapa tempat sudah tak terlihat rumput yang menghijau.
Usut punya usut, hama uret menyerang. Kepala Bagian TURT Kantor Pimpinan UGM Djati Purwanto SH membenarkan hal itu.
Menurutnya, serangan hama uret ini telah berlangsung lama. Rumput-rumput tersebut kini dalam kondisi mengkhawatirkan.
“Di kantor pusat ini hanya di halaman tengah dan utara Balairung yang terlihat masih utuh. Tapi diluar itu cukup kritis,” ujarnya, Jum’at (6/6) di pelataran UGM.
Berbagai upaya penanggulangan pun sudah dilakukan. Yaitu penerapan cara-cara alami dengan tidak menggunakan bahan kimia.
Ini merunut rekomendasi peneliti Fakultas Pertanian UGM. Bahwa mengingat bahaya yang mungkin timbul, UGM menghindarkan penggunaan bahan-bahan kimia.
“Tahapannya tidak boleh menggunakan kimia, seperti insekta, contoh kongkritnya pemakaian poradan. Dengan poradan uret memang mati, tapi residu cara ini sangat berbahaya. Dalam jangka panjang tentu berefek pada kita,†tambahnya.
Untuk sementara, kata Djati, salah satu upaya yang ditempuh adalah dengan diambil secara manual dan penyinaran. Namun cara-cara ini nampaknya tidak efektif.
“Hasilnya belum terasa. Mengambil cara manual terlalu banyak mengerahkan tenaga, sementara dengan disinari lampu yang diharapkan uret mengumpul belum maksimal, terlebih cara ini tidak setiap saat bisa dilakukan,†keluh Djati.
Menyitir pendapat pakar Fakultas Pertanian UGM, Djati menjelaskan di dalam tanah telah ada jutaan telur bakal uret. Meski begitu, UGM berupaya tidak mengganti rumput, namun akan terus berusaha memutus siklus rantai uret.
Terakhir Faperta UGM merekomendasikan pemberantasan dengan predator. Yaitu penggunaan spora berupa penyebaran sitobacsilus.
Namun, percobaan ini belum memuaskan. Di sebidang petak rumput, setelah dibongkar perbandingan uret yang mati lebih sedikit daripada yang hidup.
Untuk itu, Dr Ir Witjaksono MSc dan Tri Harjoko SP MP selaku peneliti akan mengkaji ulang percobaan dengan spora ini. Mereka akan mengusahakan formula baru dengan strain-strain yang berbeda dari sebelumnya.
“Kami sudah mengambil sampel tanah yang terkena hama uret. Mungkin seminggu lagi hasilnya dapat diketahui,†ucap Dr Witjak.
Hal inipun tak luput dari perhatian Rektor UGM Prof Ir Sudjarwadi MEng PhD. Dirinya berharap peneliti Fakultas Pertanian dan pekerja bagian taman mampu menemukan pemecahannya.
Mirip di pengelolaan sampah, dirinya berharap pemberantasan hama uret tidak menyisakan limbah. Karena bagaimanapun uret-uret itu masih bisa dimanfaatkan. Untuk makanan ikan, misalnya.
“Seperti sampah-sampah di UGM ini kalau dikelola dengan baik tentu akan menghasilkan uang yang dapat dipergunakan untuk kesejahteraan. Biarlah UGM dapat rapinya saja,†ujarnya.
Sambil menunggu hasil penelitian Faperta UGM, Rektor berharap datangnya solusi dari para pengelola taman UGM. Dirinya ingin mendengar berbagai usulan penanganannya.
“Karena mereka kan menangani langsung. Siapa tahu mereka justru punya obat mujarab. Bahkan kalau mungkin diadakan seminar tentang ini dengan mengajak mereka,†imbuhnya belum lama ini di Humas UGM. (Humas UGM)