Yogya, KU
Gubernur DIY Sri Sultan Hamengkubuwono X menyarankan agar masyarakat lebih kritis dalam memilih calon pemimpin agar tidak lagi kecewakan di kemudian hari. Menurut Sultan, selama ini bangsa Indonesia tidak pernah memilih seorang pemimpin, sebaliknya hanya memilih seorang manajer.
“Kita tidak pernah memilih seorang pemimpin, tapi yang dipilih hanya seorang manajer. Jangan berharap jika ada perubahan,†ungkap Sultan, usai memberi pidato kunci Seminar Nasional ‘Otonomi Daerah dalam Kerangka NKRI, Merajut Kembali Semangat Kebangsaan’, Sabtu (7/6) di Balai Senat UGM.
Lebih lanjut dikatakan oleh Sultan, perubahan terhadap kondisi bangsa hanya bisa dilakukan seorang pemimpin sebab seorang pemimpin yang sesungguhnya akan selalu berkeinginan membuat sejarah baru bagi bangsanya.
“Yang bisa melakukan perubahan adalah seorang leader (pemimpin), karena seorang leader ingin membuat sejarah untuk bangsanya, bukan untuk setiap hari muncul didalam berita, surat kabar maupun televisi, kalo itu yang terjadi maka itu tidak ubahnya layaknya seorang selebriti,†jelasnya.
Selain itu, kata Sultan, ciri seorang pemimpin adalah mempunyai komitmen dan selalu mengabdi untuk rakyat didasarkan oleh kewajiban yang harus dilaksanakan atas amanah yang telah diberikan dan melaksanakan janji-janji yang pernah disebutkan.
Sultan juga sempat mengkritisi proses pemilihan calon pemimpin yang terjadi dalam pilkada maupun pilpres yang menurutnya lebih didasari atas keinginan memperebutkan kekuasaan namun bukan menjadikan kekuasaan sebagai suatu amanah.
“Kekuasaan itu jangan diperebutkan tapi kekuasaan itu adalah amanah yang diberi kepada seseorang dengan keiklasan dan kejujuran dari yang memberi amanah itu. Jika kekuasaan itu diperebutkan, maka tidak heran banyak pemimpin yang lupa kepada rakyatnya,†jelasnya.
Semestinya kata Sultan proses pemilihan seorang pemimpin didasarakan pendekatan spiritual dan budaya sehingga mamapu menghasilkan seorang pemimpin yang mempunyai komitmen, dan pengabdian untuk rakyat.
Keinginan memilih calon pemimpin menurut Sultan sepenuhnya tetap kembali kepada masyarakat, menyadari atau tidak atas kekeliurannya dalam memilih calon pemimpin sebelumnya atau lebih kritis dan tidaknya dalam memilih calon pemimpinnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)