YOGYAKARTA – Ketua Komite Ekonomi Nasional (KEN), Chairul Tanjung, mengatakan pertumbuhan ekonomi dan pendapatan produk domestik bruto Indonesia dalam kurun lima tahun terakhir mengalami peningkatan yang sangat signifikan. Namun, pertumbuhan yang cukup pesat tersebut belum diimbangi dengan pemerataan pendapatan bagi masyarakat yang kurang beruntung. Oleh karena itu, pemerintah akan memberikan kesempatan kepada pengusaha lokal untuk mengambil bagian yang lebih besar dalam pembangunan ekonomi nasional ke depan.
Menurut Chairul Tanjung, terjadi perubahan pola pikir pemerintah dalam pengambilan kebijakan ekonomi, yakni dengan menyerahkan sepenuhnya kepada pasar dan memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada pemain lokal. “Pemerintah saat ini telah mengubah mindset tidak lagi banyak mengatur ekonomi, namun diserahkan sepenuhnya kepada pasar. Hal itu berbeda di era Orde Baru, semua ditentukan oleh pemerintah,†kata Chairul Tanjung dalam Diskusi Pakar ‘Menggagas Ekonomi Kerakyatan: Ekonomi Real Indonesia Saat Ini dan Penyiapannya ke Depan’, yang digelar di UC UGM.
Untuk menunjukkan terjadinya ketidakmerataan pembangunan ekonomi, Chairul Tanjung menyebutkan meskipun 41,2% masyarakat Indonesia bekerja di sektor pertanian, kontribusi PDB untuk sektor ini hanya 13,6%. Hal tersebut menyebabkan kesenjangan ekonomi dan kemiskinan terjadi di kalangan petani.
Yang terpenting dilakukan oleh pemerintah adalah memanfaatkan cadangan devisa yang hampir mencapai US$ 150 miliar untuk pembangunan infrastruktur dan memberi kesempatan pemain lokal untuk menjadi tuan rumah di negerinya sendiri. Pasalnya, dana APBN lebih banyak terserap untuk membayar gaji pegawai dan suku bunga pinjaman utang. “Hanya 10 persen digunakan untuk kegiatan pembangunan. Pemerintah tidak bisa bekerja sendiri sehingga perlu menggandeng swasta,†katanya.
Untuk pemerataan pendapatan kepada masyarakat yang kurang beruntung, pemerintah pada tahun 2012 akan melaksanakan program pengadaan perumahan murah untuk rakyat, kendaraan angkutan murah, fasilitas air dan listrik murah, peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan dan masyarakat miskin perkotaan.
Dalam diskusi yang dipandu oleh Dekan Fisipol, Prof. Dr. Pratikno, M.Soc.Sc., Chairul Tanjung mengatakan Indonesia saat ini berhasil mengontrol 40 persen kegiatan ekonomi kawasan Asia Tenggara dan meningkatkan pendapatan PDB menjadi terbesar kedua setelah Rusia. Dikatakannya bahwa beberapa waktu lalu ia diutus Presiden SBY untuk belajar sistem ekonomi di Tiongkok. Dirinya bertemu dengan banyak pakar di negeri tirai bambu tersebut. Dari sana, diketahuinya bahwa China yang menganut paham sosialis dan komunis, untuk ekonominya justru menerapkan kebijakan liberalisasi ekonomi.
Keberhasilan ekonomi yang dicapai oleh China tidak terlepas dari peran Presiden Deng Xiaoping yang pada tahun 1988 membuka kran investasi asing masuk ke China dan mengubah pola pikir pemerintah dengan memberi keleluasaan pengusaha lokal untuk menggerakkan sektor ekonomi. “Setahun setelah kebijakan membuka penanaman modal investasi asing, tumbuh 90 ribu perusahan swasta. Kemudian tahun 2001, jumlah pengusaha sudah mencapai mencapai dua juta orang,†katanya.
Belajar dari pengalaman kebijakan ekonomi China tersebut, Chairul Tanjung berkesimpulan bahwa tidak penting saat ini mendikotomikan ekonomi sosialis, kapitalis atau ekonomi kerakyatan. Yang terpenting adalah sistem ekonomi yang diterapkan tersebut mampu menyejahterakan rakyat. “Bagi saya, entah itu sistem ekonomi kapitalis atau sosialis, jika bisa menyejahterahkan rakyat, maka ia disebut ekonomi kerakyatan,†pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)