Maraknya kasus kekerasan yang kerap muncul akhir-akhir ini disebabkan hilangnya kesadaran warga masyarakat untuk menghargai dan menghormati perbedaan. Sebaliknya kesadaran dalam mengedepankan etika dan moral semakin ditinggalkan dengan dijadikan materi sebagai tolak ukur.
“Kesadaran untuk menghargai dan menghormati orang lain memang merupakan sesuatu yang paling berat karena meminta kesadaran anak bangsa untuk manghormati dan menghargai orang lain, merupakan pengorbanan yang cukup berap bagi anak bangsa sekarang ini,†kata Sultan dalam memberikan orasi dalam Forum Rakyat Jogjakarta Anti Kekerasan, Senin (9/6) di Pelataran Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM.
Hilangnya kesadaran menghargai perbedaan ini tandas Sultan disebabkan selama beberapa dekade penguasa masih mengedepankan ekonomi sebagai panglima, sebaliknya etika dan moral semakin ditinggalkan.
“Fakta yang terjadi saat ini, orang akan dihargai ketika memiliki uang yang banyak, sehingga tolak ukurnya hanya uang, oarang semakin dihargai ketika dia banyak uang atau banyak menyumbang, tidak lagi berdasarkan pribadi dan kesederhanaannya, †jelasnya.
Menurut Sultan, kekerasan yang kerap muncul justru terjadi setelah reformasi. Meskipun demikian, Sultan menolak jika reformasi dinilai telah gagal melakukan perubahan dan perbaikan, namun dirinya menilai reformasi telah diselewengkan oleh orang-orang tertentu untuk kepentingan kekuasaan dan kelompoknya.
“Selama ini kita merasa selama 62 tahun rasa kebangsaan sudah dikatakan final, namun fakta menunjukkan rasa keakuan dan kekamian semakin mengental di tengah masyarakat,†katanya.
Menurut Sultan, sudah saatnya pembangunan di masa depan dilakukan dengan melakukan pendekatan budaya dalam rangka membangun kepercayaan (trust) antar masyarakat, masyarakat dengan pemerintah daerah, masyarakat dengan pemerintah pusat serta pemerintah daerah dengan pemerintah pusat. (Humas UGM/Gusti Grehenson)