YOGYAKARTA – Kepala Pusat Studi Bencana Alam (PSBA), Prof. Dr. Junun Sartohadi, mengkritisi rencana relokasi korban erupsi Merapi yang dilakukan pemerintah. Ia menilai rencana itu tidak berdasarkan peta kawasan bencana, tetapi hanya atas dasar bahaya atau tidaknya area pemukiman. Menurutnya, penentuan relokasi Merapi diperlukan kajian bersama antara pemerintah daerah sebagai penentu kebijakan dengan instansi terkait, seperti BNPB, PVMBG-BPPTK, dan institusi akademik.
Pasalnya, berdasarkan hasil survei tim PSBA, sekitar 91 persen pengungsi memilih kembali tinggal di sekitar lereng Merapi. “Hanya 9 persen yang memiliki kemungkinan untuk relokasi,” kata Junun dalam Seminar Nasional Recovery Berwawasan Lingkungan Pascabencana Alam, yang diselenggarakan oleh Keluarga Mahasiswa Teknik Sipil (KMTS) UGM, Sabtu (23/4), di Sekolah Pascasarjana.
Junun berpendapat bahwa hubungan emosional antara masyarakat Merapi dengan lingkungan tempat tinggalnya cukup tinggi. Hal itu tampak dari sebagian besar anggota masyarakat yang mengaku tidak ingin pindah ke luar daerah dan cenderung ingin membangun kembali lokasi permukiman lama yang telah rusak karena bencana.
Junun menyebutkan terdapat 2.682 keluarga yang menjadi korban erupsi dan 46 keluarga korban lahar merapi. Mereka berasal dari 49 dusun di dua kecamatan. Oleh karena itu, Junun mengusulkan daerah relokasi tidak terlalu jauh dari tempat asal masyarakat agar mereka tidak terlepas dari budaya asal. Kemudian, dibuat desain yang memenuhi kelayakan, luas minimal 36 meter persegi dengan luas tanah 150 meter persegi dan model bangunan sesuai dengan selera masyarakat. “Bisa jadi lokasi huntara menjadi lokasi relokasi,” tambahnya.
Penentuan lokasi relokasi bagi para korban tersebut harus berdasarkan tiga kriteria, yakni daerah bahaya tidak boleh dihuni kembali, daerah bisa dihuni kembali, dan daerah aman. Junun menambahkan keberhasilan atau kegagalan program pemulihan pascabencana bergantung pada kapasitas untuk memenuhi kebutuhan masyarakat korban bencana, termasuk dalam kebutuhan budaya. Oleh karena itu, kepemilikan lahan merupakan isu penting untuk ditelaah. “Partisipasi masyarakat merupakan salah satu kunci keberhasilan relokasi dengan memperhatikan faktor perbedaan perilaku, kehidupan sosial, ekonomi, dan kebudayaan juga harus diperhatikan,” pungkasnya.
Sementara itu, Staf Ahli Menteri PU Bidang Keterpaduan Pembangunan, Ir.Ismanto, M.Sc. mengatakan Kementerian PU akan membangun kembali 39 jembatan yang rusak di empat kabupaten di Provinsi DIY dan Jawa Tengah, terdiri atas 13 jembatan di Kabupaten Sleman, 11 di Magelang, 12 di Boyolali, dan 3 jembatan di Klaten. (Humas UGM/Gusti Grehenson)