YOGYAKARTA-Potensi kualitas bangsa Indonesia tidak kalah dibandingkan dengan beberapa negara tetangga, seperti Malaysia, Filipina, dan Thailand. Setidaknya hal ini terlihat dari Human Development Indeks tahun 2010 bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia menempati rangking 138 dari 152 negara yang disurvei. Sayang, potensi yang dimiliki ini belum dikelola dengan benar dan tepat. Salah satu cara untuk meningkatkan potensi itu adalah melalui pendidikan.
Hal tersebut dikemukakan oleh Dr. Agung Budiharjo, M.S., alumnus program S-3 Pascasarjana Fakultas Biologi UGM, dalam Semiloka Peningkatan Profesionalitas Pendidik, Program Studi Biologi Program Pascasarjana, yang digelar di Ruang Bawah Fakultas Biologi, Selasa (26/4). Acara yang merupakan rangkaian program Indonesia Managing Higher Education for Relevance and Efficiency (I-MHERE) Fakultas Biologi tersebut diikuti oleh sekitar 65 guru dari DIY dan Jawa Tengah.
Hadir sebagai pembicara dalam kesempatan tersebut, Kabid Pendidikan Menengah dan Pendidikan Tinggi, Drs. Alip Suhardjo, M.Pd., Dekan Fakultas Biologi, Dr. Retno Peni Sancayaningsih, M.Sc., Ketua MGMP Biologi Kabupaten Purworejo, Cahyo Winarno, S.Pd., mahasiswa program S-2 Pascasarjana Biologi, Nur Widayati, S.Pd., dan Dr. Suwarno Hadisusanto, S.U. selaku Pengelola Program Pascasarjana.
Tentang pendidikan, menurut Agung, untuk lebih meningkatkan profesionalitas dan kompetensi, khususnya para pendidik bidang Biologi, adalah dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi. Ada tiga alasan penting perlunya studi lanjut. Pertama, perkembangan teknologi saat ini akan menuntut semua pihak untuk menyesuaikan. Dicontohkannya bahwa 15 tahun lalu materi mata pelajaran Biologi SMA belum menyentuh ke arah Biologi molekuler. Sementara itu, saat ini kemajuan Biologi molekuler yang pesat telah merambah ke berbagai bidang sehingga murid SMA juga harus dibekali ilmu tersebut.
Kedua, kondisi masyarakat saat ini semakin tinggi tingkat kecerdasannya. Perkembangan teknologi informasi dan media memberikan keuntungan, salah satunya adalah meningkatkan kecerdasan masyarakat. Ketiga, permasalahan yang ada di sekitar semakin kompleks. “Hal ini menuntut kita harus memiliki kemampuan lebih untuk bisa menghadapi situasi tersebut,†terangnya.
Sementara itu, Dekan Fakultas Biologi UGM, Dr. Retno Peni Sancayaningsih, M.Sc., dalam kesempatan itu mengatakan pengalaman lapangan dalam pembelajaran mata kuliah lingkungan ataupun ekologi menunjukkan sangat perlu membangun kualitas pemikiran siswa didik untuk berdiskusi tentang perusakan ekosistem alam dari berbagai aspek tinjauan, yakni ekologi, ekonomi, sosial, dan politik, serta aspek keadilan. Hal tersebut menjadi penilaian outcome pembelajaran secara menyeluruh karena hakikat Education for Sustainable Development (ESD) menjamin tergabungnya dimensi kognitif, afektif, dan estetik yang diperkuat melalui jaringan kerja antara pelaku konservasi, alam, dan pembelajaran ESD di perguruan tinggi. “Melalui ESD diharapkan mampu menjadi penilaian outcome pembelajaran secara menyeluruh,†kata Peni.
Pengintegrasian ESD pada mata kuliah Ilmu Lingkungan di Fakultas Biologi UGM telah dijalankan, seperti dengan mempresentasikan ESD kasus “desa tentrem†dalam dua kali pertemuan dengan menghadirkan Iskandar Woworuntu, pelaku konservasi dan pelopor desa tentrem, untuk mengisi perkuliahan.
Sebelumnya, Direktur Eksekutif I-MHERE UGM, Dr. Ir. Cahyono Agus Dwi Koranto, M.Agr.Sc. dalam sambutannya mendukung program I-MHERE yang berbasis ESD ini untuk meningkatkan profesionalitas para pendidik. UGM, bersama dengan beberapa perguruan tinggi lain, berhasil memperoleh proyek I-MHERE. Selain Biologi, Fakultas Farmasi dan Kehutanan UGM juga berhasil memperoleh dana I-MHERE ini. “Prestasi ini mudah-mudahan bisa menjadi daya tarik fakultas lain untuk terus berprestasi dan unggul,†kata Cahyono. (Humas UGM/Satria AN)