YOGYAKARTA – China dan India saat ini merupakan dua negara yang memegang peranan penting dalam penguasaan ekonomi dan teknologi dunia. Keberhasilan kedua negara tersebut tidak terlepas dari kemauan keras generasi muda dan pemimpinnya dalam membangun sikap optimisme. Hal tersebut disampaikan Ketua Umum Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I4), Dr. Nasir Tamara, D.E.A., D.E.S.S., dalam kuliah umum ‘Abad Kebangkitan Asia Cina, India, dan Indonesia’, yang berlangsung di Sekolah Pascasarjana UGM, Selasa (3/5).
Beberapa indikasi keberhasilan China sebagai negara memiliki kemajuan yang cukup pesat saat ini, di antaranya China merupakan negara yang berhasil menjual otomobil 14 juta per tahun mengalahkan Amerika yang hanya 11 juta/tahun. China juga telah melakukan investasi di luar negeri sebanyak 2,4 miliar dolar di 420 perusahaan di 75 negara. “Di bidang pengetahuan, China telah melakukan inovasi dengan lebih banyak mendapatkan paten karena dana untuk riset dan pengembangan meningkat enam kali lipat dalam 10 tahun terakhir,†kata Tamara.
Maeskipun perekonomian mengalami kemajuan yang cukup pesat, masih terdapat 1/10 rakyat China yang hidup dalam kemiskinan dengan pendapatan U$ 1,5 per hari. Sementara itu, India berhasil menjadi negara yang bangkit dalam membangun perekonomian karena berhasil melakukan revolusi demografi dengan menyediakan pendidikan bagi anak muda kurang mampu, membuka masuknya investasi dan perdagangan, dan outsourcing tarif telekomunikasi yang sangat rendah. Selanjutnya, India juga melakukan reformasi keuangan di bidang perbankan dan bursa saham. “Kebijakan pembangunan India menitikberatkan pada pertumbuhan ekonomi dan membuka pasar lebih luas,†katanya.
Menurut Tamara, untuk dapat berhasil seperti yang dilakukan China dan India, pemimpin dan generasi muda Indonesia harus membangun sikap optimisme yang lebih kuat dalam melakukan perubahan mentalitas dan sikap berani mengambil risiko dalam inovasi pengetahuan. Diakui Tamara, dibandingkan dengan China dan India, Indonesia merupakan negara yang tertinggal. Padahal, pada tahun 1955 ketiganya merupakan negara yang sedang berkembang yang tergabung dalam konferensi Asia Afrika.
Tamara berpendapat bahwa ada tiga hal yang perlu dilakukan Indonesia untuk dapat menyamai China dan India. Pertama, adanya kebijakan publik yang memperluas kesempatan kerja dan dunia usaha serta peningkatan mutu pendidikan dan pelatihan. Kedua, melakukan program pembangunan yang bertujuan untuk meningkatkan kemampuan SDM dalam pengelolaan sumber daya alam. Ketiga, melakukan upaya kaderisasai pemimpin yang bermutu dan kapabel. “Keberhasilan ekonomi di negara Asia sebenarnya lebih pada ketepatan memilih strategi ekspor dan dengan membangun kapasitas untuk manufacturing dan infrastruktur dengan tenaga kerja murah,†katanya.
Dengan apa yang diraih Indonesia saat ini, Tamara optimis bahwa pada 2050 Indonesia akan masuk sebagai negara dengan pendapatan terbesar ketujuh di dunia. Di samping itu, Tamara juga mendukung hasil kerja sama Indonesia dengan China, yang ditandai dengan peningkatan volume perdagangan dari sebelumnya berkisar 3 miliar dolar di tahun 1997, lalu meningkat jadi 20 miliar dolar pada 2006. “Kini, volume perdagangan sudah mencapai 30 miliar dolar di tahun 2010 lalu,†katanya.
Tidak hanya kerja sama di bidang ekonomi, China juga telah membantu dalam penanganan rehabilitasi bencana di Indonesia. “Bencana tsunami di Aceh, China telah membantu dana sebesar 52 juta dolar. Dana ini cukup besar sekali dibanding bantuan dari negara luar lainnya, sedangkan bencana gempa di Yogyakarta, Cina membantu 3 juta dolar,†pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)