YOGYAKARTA – Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung wajib menjadikan Pancasila sebagai salah satu dasar dalam uji menilai keabsahan prosedural dan substansial peraturan perundang-undangan. Demikian pula dengan semua aparat dan lembaga penegak hukum, wajib menempatkan keadilan substantif dalam nilai-nilai Pancasila dan kemanfaatan sosial sebagai tujuan penegakan hukum dan tidak semata-mata mengejar kepastian hukum. Demikian beberapa butir hasil rekomendasi Sarasehan Nasional ‘Implementasi Nilai-nilai Pancasila dalam Menegakkan Konstitusionalitas Indonesia’, yang dibacakan oleh Kepala Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM, Drs. Sindung Tjahyadi, M.Hum., di Grha Sabha Pramana UGM, Selasa (3/5).
Dikatakan Sindung bahwa untuk mengawal proses legislasi agar sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, Mahkamah Konstitusi harus tunduk pada supremasi konstitusi dan bahwa pasal-pasal konstitusi merupakan hasil penuangan nilai-nilai yang ada dalam pembukaan UUD 1945 dan Pancasila. “Pancasila memiliki fungsi konstitutif menentukan dasar arti dan makna suatu tata hukum dan fungsi regulatif, yaitu sebagai tolok ukur untuk menguji bahwa suatu hukum itu adil atau tidak. Hal itu dilakukan mengingat kondisi penegakan hukum yang masih memprihatinkan,†katanya.
Di bidang pendidikan, Presiden dan jajaran pemerintah didesak untuk menunjukkan komitmen serta memberi keteladanan dalam pembudayaan dan pengawalan Pancasila. “Salah satunya lewat Kementerian Pendidikan Nasional, yang berkewajiban menyelenggarakan pendidikan dan pembudayaan nilai-nilai Pancasila melalui sistem pendidikan nasional di setiap jenis, jenjang, dan jalur pendidikan,†tuturnya.
Selanjutnya di bidang legislasi, Pemerintah dan DPR diharapkan dalam menyusun peraturan perundang-undangan sejak tahap persiapan sampai dengan pembahasan dan persetujuan tidak boleh terjebak dalam oligarki kekuasaan dan kepentingan kelompok sehingga harus menjadikan nilai-nilai Pancasila sebagai pengendali kualitas produk legislasi. (Humas UGM/Gusti Grehenson)