Krisis finansial pada tahun 2009 telah mengguncang banyak negara di berbagai belahan dunia. Kondisi krisis memaksa para pelaku bisnis melakukan adaptasi terhadap situasi yang terjadi. Beberapa organisasi bisnis tradisional yang memfokuskan diri pada maksimalisasi perolehan laba pun mulai tidak diminati. Berbagai perusahaan besar bahkan terbukti gagal untuk bertahan di tengah krisis finansial waktu itu. “Meski begitu, Indonesia dengan mayoritas perekonomian yang berjalan pada sektor industri kecil dan menengah, magnitude krisis finansial tidak terlalu besar dirasakan,” ujar Putri Paramita Agritansia, S.E., saat berbicara dalam seminar mingguan di Pusat Studi Perdagangan Dunia UGM, Jumat (6/5).
Menurut Putri, para pelaku bisnis di Indonesia yang memiliki jiwa kewirausahaan sangat kental mampu bertahan di tengah krisis finansial dunia. Selain itu, pertumbuhan ekonomi Indonesia waktu itu mengalami pergerakan di atas volume konsumsi masyarakat yang besar. Dengan jiwa kewirausahaan para pemimpin industri kecil dan menengah di Indonesia, juga belahan dunia lainnya, akan ada kebebasan berkreasi dan terlepas dari kekangan kepentingan politis serta ekonomi para pengambil kebijakan.
Melihat perkembangan tersebut, tak salah bila kemudian banyak institusi pendidikan, penelitian, dan pengembangan diri mulai menaruh perhatian besar pada isu kewirausahaan. “Ini dipandang sebagai solusi baru terhadap tantangan perekonomian dan perdagangan, terutama di negara Indonesia yang memiliki jumlah penduduk hampir 235 juta orang,” katanya.
Perusahaan semacam Ernst and Young menaruh perhatian secara khusus dengan memberikan penghargaan kepada wirausahawan Indonesia yang berprestasi setiap tahunnya. Penghargaan diberikan sebagai komitmen Ernst and Young untuk turut andil memajukan kegiatan bisnis berbasis kewirausahaan di Indonesia.
Menyampaikan makalah ‘Perdagangan Dunia dalam Konteks Kewirausahaan Sosial’, Putri berpendapat isu ‘demi kesejahteraan bersama’ yang semakin berkembang turut menjadikan pengertian kewirausahaan mengalami evolusi. Kewirausahaan tidak lagi berpengertian sekadar meraup keuntungan dengan memanfaatkan keberanian dalam berbisnis, beradaptasi, dan mambaca peluang bisnis, tetapi diharapkan mampu bermanfaat bagi masyarakat dan sekitarnya. “Kini secara pelan dan pasti menuju pada bentuk-bentuk usaha yang berjiwa sosial. Bentuk bisnis yang dijalankan dengan tujuan mulia untuk kemajuan dan kesejahteraan bersama. Kalau di Indonesia, bentuk usaha itu adalah koperasi,” terangnya. (Humas UGM/ Agung)