YOGYAKARTA – Karyawan bukanlah sekadar bawahan, melainkan mitra kerja dalam menjaga keberlangsungan bisnis perusahaan. Oleh karena itu, kesejahteraan karyawan lebih diutamakan ketimbang memperhatikan posisi keuangan perusahaan. Demikian salah satu pengalaman bisnis yang disampaikan oleh tiga pelaku usaha lulusan UGM, A. Noor Arief (pemilik PT Aseli Dagadu Djogdja), Saptuari Sugiharto (pemilik Kedai Digital), dan Yoyok Hery Wahyono (Warung Spesial Sambal), dalam Takshow ‘Manage Your Own Business’. Talkshow digelar oleh Keluarga Mahasiswa Teknik Kimia UGM, Sabtu (14/5).
Yoyok Hery Wahyono yang kini sudah memiliki 47 cabang warung sambal di berbagai kota di Indonesia mengaku dirinya tidak pernah telat membayar gaji atau menunda kenaikan gaji karyawannya meskipun salah satu outlet cabang Spesial Sambal (SS) dalam keadaan merugi. “Tidak semua SS itu untung. Saya pernah mengalami 7 SS rugi, selama 3 tahun rugi. Jika terakumulasi 300 juta,†kata pria lulusan Jurusan Teknik Kimia UGM ini.
Yoyok memiliki prinsip tidak akan pernah menutup salah satu cabang SS meski dalam keadaan rugi. Baginya, ada kalanya perusahaan mengalami kerugian dan ada kalanya pula menikmati keuntungan. “Meski rugi, saya berusaha tidak telat atau menunda kenaikan gaji karyawan. Saya ingin memberikan yang terbaik buat karyawan. Dalam berusaha, bekerjalah dengan cinta, memberikan yang terbaik buat perusahaan dan karyawan,†katanya.
Noor Arief mempunyai pengalaman lain. Bila memasuki waktu memberikan gaji karyawan, ia rela menunda kegiatan pribadinya demi memenuhi hak kesejahteraan karyawan. Bahkan, Noor memiliki kebiasaan tiap pagi sebelum memulai aktivitas bekerja, dia menyempatkan untuk bercengkerama dengan karyawan. “Kontak fisik face to face itu sangat baik, tidak cukup lewat teknologi komunikasi. Itu yang kami jaga. Kepada mereka saya selau berpesan, capailah target dengan riang dan gembira,†kata lulusan Teknik Arsitektur UGM ini.
Meski saat ini perusahaan Dagadu sudah berkembang dan dikenal khayalak ramai. Namun, Noor mengaku tidak ada istilah hari kerja dan jam kerja bagi dirinya. Kapan pun, ia akan selalu mencurahkan waktu demi keberlangsungan perusahaan. Semakin perusahaan maju, karyawan semakin sejahtera.
Sementara itu, Saptuari memiliki misi khusus dalam merekrut karyawan. Ia sengaja merekrut karyawan dari kalangan anak muda pengangguran di desanya. Tujuannya jelas, untuk mengurangi jumlah pengangguran di sana. â€Karyawan di pabrik Kedai Digital di Berbah, Sleman, 70 persen adalah pekerja asal desa saya. Mereka yang nganggur, kita angkat harkat martabat mereka,†katanya.
Hubungan dengan karyawan diakui Saptuari sangat dekat sekali. Bahkan, para karyawan menyebutnya sebagai ‘BKK’ kepanjangan dari ‘Bos Kingkong’. “Di kantor, saya dijuluki BKK, Bos Kingkong. Mungkin mereka melihat tubuhnya mirip kingkong,†kata Saptuari sambil tertawa.
Meski dekat dengan karyawan, tidak menjadikan alumnus Fakultas Geografi ini memberikan toleransi bagi karyawannya yang bersikap tidak jujur. “Saya sempat kebobolan jutaan rupiah. Tidak ada toleransi yang tidak jujur, yang melanggar harus ditindak tegas,†pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)