Harga rokok di Indonesia tergolong rendah. Jika menggunakan Marlboro sebagai pembanding, harga sangat murah daripada negara ASEAN lainnya. Harga rokok di Singapura pada tahun 2007 adalah US$ 7.47, sementara di Indonesia kurang dari US$ 0.91. “Begitu juga di Malaysia US$ 2.18 dan Thailand US$ 1.79,” ucap Dr. Yayi Suryo Prabandari, Rabu (18/5) saat memberi keterangan terkait masalah ‘Kesehatan di Indonesia’ di hadapan puluhan US News Media Editor yang tengah berkunjung ke Fakultas Kedokteran UGM.
Kondisi ini, menurut Yayi, cukup memprihatinkan sebab dengan harga murah, mudah didapat, dan tanpa aturan yang membatasi membuat konsumsi rokok di Indonesia cenderung meningkat. Bahkan masyarakat berpendidikan rendah dan remaja mencapai posisi rawan dan perlu mendapat perhatian cukup serius. Data menyebut 67% laki-laki tidak sekolah atau tidak lulus SD merupakan perokok aktif. Selebihnya, 47,8% adalah perokok aktif berasal dari lulusan perguruan tinggi.
Dalam diskusi panel tersebut, Yayi mengatakan perokok aktif telah menggejala di kalangan anak muda, terutama siswa-siswa sekolah. Mudah mendapatkan rokok, dinilainya sebagai salah satu faktor pemicu meningkatnya perokok di kalangan pelajar. “Di manapun, kapanpun mereka bisa mendapatkan. Di warung-warung kecil, para siswa ini bisa dengan mudah membeli rokok, tanpa harus ke supermarket,” katanya. (Humas UGM/ Agung)