YOGYAKARTA – Pendidikan bukan hanya mengembangkan aspek kognitif. Idealnya, pendidikan mampu membantu perkembangan manusia seutuhnya, meliputi fisik, psikologis, sosial, dan religius. Sekolah merupakan salah satu tempat bagi anak dan remaja untuk tumbuh dan berkembang bersama dengan keluarga dan lingkungan. Sekolah diharapkan mampu mendukung perkembangan anak dan remaja secara utuh dan seimbang. Namun di sisi lain, tak sedikit anak dan remaja yang setiap hari bergulat dengan berbagai permasalahan.
Hasil survei yang dilakukan Center for Public Mental Health (CPMH) Fakultas Psikologi terhadap siswa SMU dan SMK di empat kota besar di Jawa Tengah dan Jawa Timur baru-baru ini menemukan tingginya tingkat kasus kekerasan di sekolah. Dari survei ini juga diketahui relatif tingginya perasaan tidak puas siswa terhadap situasi kehidupan mereka di sekolah. Di luar itu, ditemukan masalah kesehatan mental dan psikososial dalam tingkat sedang ditemukan kurang lebih sepertiga dari responden.
Ketua Divisi Pendidikan CPMH UGM yang sekaligus psikolog, Prof. Dr. Amitya Kumara, M.S., mengatakan permasalahan siswa SMP dan SMA lebih menonjol pada persoalan motivasi dan yang berkaitan dengan konsep diri serta hubungan sosial. ‘Siswa kerap dituntut untuk mengembangkan kemampuan kognitifnya saja dan kurang dibimbing dalam mengembangkan kemampuan yang lain,” kata Kumara dalam Seminar ‘Toward School Well Being’ di Fakultas Psikologi, Sabtu (21/5).
Kumara menuturkan dari praktik kerja profesi mahasiwa Psikologi UGM, tren kasus pendidikan yang ditemukan di tingkat TK hingga SMA sepanjang 2008-2011 menunjukkan di tingkat pendidikan TK lebih banyak ditemukan permasalaham perilaku sebanyak 34 persen. Selanjutnya, di tingkat SD lebih banyak ditemukan kasus permasalahan kognitif. Sementara itu, di tingkat SMP dan SMA, banyak ditemukan permasalahan motivasi 32,8 persen dan permasalahan sosial 26,1 persen.
Untuk mengurangi tingkat kekerasan dan permasalahan sosial di sekolah, ia menyarankan perlu dilakukan empat aspek dalam pembentukan sekolah sejahtera (school well being), yakni pengembangan kondisi sekolah, pengembangan hubungan sosial di sekolah, pengembangan aktualisasi diri, dan pengembangan status kesehatan, meliputi kesehatan mental, spiritual, dan fisik.
Hal senada juga dikemukakan oleh aktivis Plan Indonesia, Amrullah Sofyan, yang menyampaikan hasil survei terhadap 300 anak SD, SLTP, dan SLTA di dua kecamatan di Bogor. Sebanyak 15,3 persen siswa SD, 18 persen Siswa SLTP, dan 16 persen siswa SLTA mengaku sering mendapat perlakuan tindak kekerasan di sekolah. Pelaku kekerasan di sekolah dilakukan oleh guru 14,7 persen dan sesama teman sekolah 35,3 persen.(Humas UGM/Gusti Grehenson)
.