YOGYAKARTA – Ekonom Prof. Drs. M. Dawam Rahardjo menilai di Indonesia mendesak untuk dilakukan gerakan restorasi di segala bidang. Pasalnya, bangsa ini telah mengalami gejala deindustrialisasi yang ditandai dengan pengangguran massal, krisis kepemimpinan, dan instabilitas politik akibat konflik antarpartai.
Mantan Direktur Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) ini menengarai pembangunan saat ini lebih banyak didominasi oleh perusahaan-perusahaan asing. Oleh karena itu, diperlukan upaya untuk lepas dari ketergantungan finansial/modal asing dengan cara menghimpun dana domestik dari sektor swasta, negara, dan koperasi. “Kita butuh nasionalisme ekonomi untuk membebaskan imperialisme ekonomi akibat ekonomi neoliberal dan globalisasi. Hanya dengan restorasi kita akan mencapai kebangkitan nasionalisme,†kata alumnus Fakultas Ekonomi UGM ini dalam Diskusi ‘Kebangkitan Ekonomi Nasional’ di Wisma Kagama, Jumat (27/5). Kegiatan yang diselenggarakan oleh Keluarga Alumni Universitas Gadjah Mada (Kagama) ini dipandu oleh Prof. Dr. Sutaryo, Sp.A (K).
Menurut Dawam, bentuk gerakan restorasi yang dilakukan dapat menyerupai Restorasi Meiji di Jepang. Kegiatan pembangunan di Indonesia harus dikembalikan ke tangan anak bangsa. Hal itu dapat diwujudkan dengan membebaskan ketergantungan teknologi, yakni melakukan industrialisasi dan modernisasi berbasis teknologi yang dihasilkan oleh usaha anak bangsa sendiri. “Restorasi yang dilakukan harus menuju kepada pola pembangunan yang berkepribadian dan mandiri,†katanya. Yang tidak kalah penting ialah menghidupkan kembali program pengembangan ekonomi kerakyatan yang didukung dengan pengembangan ekonomi kreatif.
Di bidang politik, mendesak dilakukan restorasi untuk mencapai kestabilan politik, negara yang kuat, dan kepemimpinan yang efektif dalam demokratisasi. Sehubungan dengan banyaknya kasus korupsi oleh anggota DPR, Dawam menilai hal itu terjadi akibat belum adanya mekanisme UU pembiayaan partai. Dengan begitu, banyak anggota DPR yang menjadi calo-calo proyek untuk membiayai partai. “Hampir 70 persen anggota DPR adalah pengusaha dan artis. Banyak dari mereka jadi calo proyek untuk membiayai partai. Partai politik itu seharusnya mengembangkan diri sebagai partai kader, bukan partai massa sehingga diisi orang-orang ahli, bukan para pencoleng,†katanya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
.