YOGYAKARTA – Konsep dan pandangan tentang kebudayaan Jawa yang berkembang pada masa kini lebih dilihat secara stereotip dan terutama dikaitkan dengan masa pemerintahan kerajaan-kerajaan Jawa ketika berada di bawah kekuasaan kolonial. Padahal, masa itu secara umum dinilai sebagai masa suram karena sistem pemerintahan kerajaan tradisional sebenarnya tidak memiliki otonomi dalam aspek penting kehidupan bernegara. Kondisi tersebut sangat berbeda dengan kondisi jawa prakolonial dan pascakolonial, baik dalam bidang ekonomi maupun politik.
Demikian disampaikan penulis buku ‘Peradaban Jawa, dari Mataram Kuno sampai Majapahit Akhir’, Dr. Supratikno Rahardjo, dalam diskusi dan peluncuran bukunya di Fakultas Ilmu Budaya (FIB) UGM, Sabtu (28/5). Supratikno menuturkan kebudayaan dan kerajaan Jawa sebelum masa kolonial tidak pernah melupakan aspek kekuatan maritim dalam penyelenggaraan bernegara.
Aspek-aspek yang menunjukkan pentingnya kehidupan maritim tidak hanya berkembang pada masa kerajaan Demak dan Majapahit, tetapi bahkan pada masa kerajaan kuno, yakni Mataram Kuno yang selama ini dikenal sebagai model ideal dari kerajaan agraris. “Mataram kuno dan masa Majapahit, pranata politik menunjukkan perkembangan yang bersifat revolusioner dari yang paling sederhana hingga paling kompleks. Sementara dalam perkembangan dalam pranata ekonomi. Peradaban Jawa kuno menunjukkan kontinuitas meskipun mengalami masa-masa kemunduran,†kata dosen Arkeologi Universitas Indonesia ini.
Dinamika peradaban Jawa kuno antara abad ke-8 hingga ke-15 menggambarkan sebuah fenomena tentang sebuah tatanan masyarakat lokal yang telah menjadi bagian dari tatanan global. Peradaban Jawa saat itu tumbuh dalam bayang-bayang dua pusat peradaban besar di Asia, yakni India di masa dinasti Pala hingga Wijayanagara dan Cina dari dinasti Tang hingga Ming. “Fenomena globalisasi zaman dulu dan sekarang sesungguhnya tidak berbeda esensinya, yaitu keinginan untuk diakui sebagai bangsa oleh bangsa-bangsa sedunia dengan mengadopsi nilai-nilai dominan di masa itu,†tambahnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)