YOGYAKARTA – Degradasi hutan selain berdampak pada penurunan produksi hasil hutan, hilangnya biodiversitas, juga berperan meningkatkan kemiskinan dan konflik di dalam masyarakat. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2003 tercatat sekitar 48,8 juta jiwa atau 22 persen dari 219,9 juta penduduk Indonesia yang tinggal di dalam dan sekitar hutan, 10,2 juta jiwa di antaranya masuk dalam klasifikasi penduduk miskin. Dari data tersebut diketahui sekitar 6 juta jiwa penduduk memiliki mata pencaharian langsung dari hutan dan sekitar 3,4 juta jiwa di antaranya bekerja di sektor swasta kehutanan.
Namun, kebijakan pembangunan bidang kehutanan yang dilakukan pemerintah selama ini dinilai belum mampu meningkatkan perekonomian dan kesejahteraan masyarakat di sekitar area hutan secara optimal. Hal itu disebabkan masih adanya saling ketidakpercayaan antara pemerintah dengan masyarakat. “Kegagalan pembangunan kehutanan tersebut lebih disebabkan oleh tidak adanya kepercayaan. Masih ada anggapan bahwa masyarakat perusak hutan,†kata Imam Suramenggala, S.Hut., M.Sc., mahasiswa S-3 Fakultas Kehutanan UGM dalam seminar bulanan yang dilaksanakan Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan (PSPK) UGM, Kamis (9/6).
Menurutnya, dengan terus meluasnya degradasi hutan, turunnya produktivitas kayu, dan tingginya tingkat kemiskinan masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar hutan serta munculnya berbagai konflik pemanfaaan sumber daya hutan menggambarkan kegagalan pemerintah dalam mencapai tujuan pembangunan kehutanan. Padahal keberadaan sumber daya hutan sangat penting bagi masyarakat yang tinggal di dalam dan sekitar kawasan hutan. Hal ini ditunjukkan dari budaya dan diterapkannya nilai-nilai kearifan lokal yang merupakan hasil interaksi masyarakat dengan sumber daya hutan. Namun, seiring dengan berubahnya kondisi hutan dan terbukanya akses ekonomi terhadap hutan secara luas menyebabkan terjadinya pergeseran tata nilai dan budaya masyarakat terhadap hutan dan ekosistemnya.
Ditambahkan Suramenggala, keberhasilan masyarakat dalam mengelola hutan secara mandiri di beberapa daerah menunjukkan sebenarnya masyarakat memiliki peluang dan modal sosial yang cukup besar dalam pembangunan kehutanan. Kearifan lokal yang berkembang di masyarakat dalam mengelola sumber daya hutan merupakan hasil interaksi yang sangat lama dengan lingkungannya. Pendekatan pengelolaan oleh masyarakat berbasis ekosistem dan ekonomi kerakyatan. “Karenanya nilai-nilai yang baik ini perlu kita ambil sebagai modal sosial dalam mencapai tujuan pembangunan kehutanan,†tutur staf Dinas Kehutanan Kabupaten Bulungan Kalimantan Timur ini. (Humas UGM/Gusti Grehenson)