YOGYAKARTA – Semakin maraknya kegiatan praktik pelayanan kesehatan hewan, baik oleh pemerintah maupun swasta, berpotensi untuk menimbulkan berbagai permasalahan dalam penentuan tarif praktik dokter hewan. Meskipun tarif dan standar layanan dokter hewan sangat bervariasi dari segi jenis layanan transaksi terapetik dan konsultan terkait dengan jenis spesies, jenjang kompetensi keahlian terakreditasi, fasilitas layanan medik veteriner, dan sesuai dengan kategori serta sasaran kelompok pengguna jasa, layanan praktik dokter hewan tetap mengacu pada rambu-rambu etika veteriner.
Demikian beberapa hal yang mengemuka dalam Lokakarya Nasional ‘Standar Tarif Praktik Dokter Hewan’ yang diselenggarakan oleh Perhimpunan Dokter Hewan Indonesia Cabang DIY dan Bagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Hewan (FKH) UGM. Lokakarya berlangsung di Auditorium FKH UGM, Sabtu (11/6). Hadir sebagai pembicara, anatara lain, Ketua Umum PB PDHI, Dr. drh. Wiwiek Bagja, Direktur RSH Soeparwi FKH UGM, Prof. Dr. drh. Ida Tjahajati, M.P., praktisi dan pengusaha klinik hewan di Jakarta, drh. Perdana, dan praktisi Griya Satwa Lestari Semarang, drh. Anna Ekawati.
Wiwiek Bagja mengatakan dokter hewan diharapkan tetap memiliki kesadaran dan kearifan dalam soal tarif. Mereka harus bijak dan strategis dalam mengombinasikan imbal jasa yang diberikan dengan tetap mampu melayani pemilik hewan berkemampuan ekonomi rendah. “Bahkan, bentuk imbalan tidak selalu berbentuk dana tunai,†ujarnya.
Menurutnya, citra dokter hewan dalam layanan profesional kepada masyarakat dapat tercemar bila terjadi perang tarif ataupun saling menjatuhkan hanya karena kepentingan memperoleh banyak klien. Oleh karena itu, pemahaman dan penerapan perilaku profesional veteriner para dokter hewan harus sejalan dengan rambu-rambu etika veteriner.
Ida Tjahjati menuturkan tidak ada standar baku untuk tarif biaya praktik dokter hewan di lapangan. Hal itu menyesuaikan kondisi di lapangan dan jenis obat yang dibutuhkan. Namun demikian, apabila ada bentuk kesepakatan standar tarif setidaknya dapat menjadikan persaingan antar dokter hewan semakin sehat dan kondusif. Standar tarif itu juga akan membuat para dokter hewan profesional dalam memberikan pelayanan. Di samping itu, adanya standar tarif juga dapat menjaga nama baik dan martabat dokter hewan serta membangun citra profesi dokter hewan yang lebih baik. “Justru perang tarif di lapangan membuat kebingungan masyarakat,†katanya.
Ketua Panitia Lokakarya sekaligus Sekretaris PDHI DIY, drh. R. Gagak D. Satria, M.P., menuturkan lokakarya diharapkan dapat memberikan rekomendasi kepatutan tarif dokter hewan, baik hewan kesayangan maupun hewan besar, di wilayah DIY dan Jawa Tengah. “Informasi ini sangat diperlukan untuk para praktisi di lapangan, khususnya dalam pelaksanaan kode etik dokter hewan untuk menghindari terjadinya perang tarif,†pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)