YOGYAKARTA – Jumlah pengguna kendaraan bermotor di kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi (Jabodetabek) saat ini meningkat dua kali lipat. Dari hasil survei Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM terhadap kepala keluarga (KK) pemakai kendaraan di Jabodetabek, diketahui bahwa jumlah pengguna kendaraan bermotor mencapai 48,7 persen. Jumlah ini meningkat dibandingkan dengan tahun 2002 yang hanya 21,2%.
Hal itu disampaikan peneliti Pusat Studi Transportasi dan Logistik (Pustral) UGM, M. Sigit Lestarito, S.T., M.B.A., dalam seminar studi kasus Commuter Survey Jabodetabek, Selasa (14/6). Sigit menuturkan survei hasil kerja sama Menko Perekonomian, JUTPI-JICA melakukan pendataan penggunaan kendaraan terhadap 184.829 KK dari total jumlah 5,9 juta KK se-Jabodetabek. Survei melibatkan 1.800 surveyor. Daerah penyebarannya meliputi 13 kota/kabupaten, 182 kecamatan, dan 1.499 kelurahan.
Selain kendaraan bermotor, diketahui jumlah pengguna mobil naik 2 persen. Dari sebelumnya hanya 11,6 % pada tahun 2002 meningkat menjadi 13,5% di tahun 2010. Sebaliknya, jumlah pengguna bus sebagai transportasi massal mengalami penurunan yang cukup signifikan. “Sebelumnya pengguna bus mencapai 38,3%, kini hanya 12,9%,†ujar Sigit.
Penurunan yang sama ditunjukkan bagi pengguna ojek dan kereta api. Pada 2002, jumlah penggunanya mencapai 5,3%, tetapi berikutnya turun menjadi 2,3%. Dari hasil survei yang dilakukan pada Februari hingga November 2010 ini mendapatkan data kebanyakan para pekerja Jakarta mayoritas menetap di Bogor, Tangerang, dan Depok.
Sigit menilai naiknya jumlah kendaraan sebagai salah satu faktor penyebab masalah kemacetan di Jabodetabek. Lebih dari itu, tidak adanya kebijakan transportasi terintegrasi antara DKI Jakarta, Banten, dan Jawa Barat menyebabkan permasalahan kemacetan tidak pernah tuntas. “Tiga gubernur tidak pernah duduk bareng membereskan masalah kemacetan, tidak pernah juga duduk satu meja membahas transportasi yang terintegrasi,†kata Sigit. (Humas UGM/Gusti Grehenson)