YOGYAKARTA-Jumlah cadangan beras pemerintah hingga saat ini berjumlah sekitar 500 ribu ton. Jumlah ini dinilai masih terlalu kecil jika melihat Indonesia terdiri atas kepulauan dan jumlah penduduk yang besar. Angka tersebut juga sangat kecil jika dibandingkan dengan cadangan beras pemerintah di China sebesar 34 juta ton, India 7 juta ton, Thailand 2 juta ton, Jepang 1 juta ton, Vietnam 1 juta ton, dan Filipina 750 ribu ton. “Jumlah ini masih kecil dibandingkan negara lain. Nah, perwujudan cadangan beras pemerintah ini sendiri dimulai pada tahun 2005 yang dibiayai melalui APBN guna memperoleh 350 ribu ton beras,†kata Direktur Utama Perum Bulog, Ir. Sutarto Alimoeso, M.M., dalam sambutannya di acara penandatanganan MoU UGM-Perum Bulog di Ruang Multimedia UGM, Jumat (1/7).
Sutarto menilai pentingnya stok cadangan beras nasional bagi kepentingan masyarakat terlebih pada saat terjadi gejolak harga beras dan bencana alam. Indonesia dengan wilayah yang tersebar luas dan kondisi geografi yang terdiri atas pulau-pulau dan merupakan wilayah rawan bencana alam tentunya harus memiliki stok beras yang merata di seluruh daerah. Cadangan beras tersebut harus terus-menerus diperbarui dan selalu tersedia secara nasional agar memenuhi sasaran program. “Sasaran programnya yaitu untuk memenuhi kebutuhan beras masyarakat yang mengalami keadaan darurat dan kerawanan pangan pascabencana,†katanya.
Ditambahkan Sutarto, permasalahan pokok pangan untuk mewujudkan ketahanan pangan dan pengendalian harga pangan, antara lain, meliputi ketersediaan yang semakin langka, keterjangkauan yang semakin sulit, baik secara fisik maupun ekonomis, serta persoalan keamanan pangan. Dengan adanya permasalahan itu, terdapat kecenderungan situasi pangan (khususnya beras), baik di pasar domestik maupun internasional, semakin sulit diduga dan tidak stabil. “Maka, dalam rangka stabilisasi harga dan pengendalian inflasi diperlukan kebijakan pemerintah di bidang pangan dan pertanian yang komprehensif,†tutur mantan Dirjen Tanaman Pangan Deptan itu.
Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., dalam sambutannya menyambut baik kerja sama kedua belah pihak. Naskah kerja sama yang telah ditandatangani menandakan adanya kepercayaan Bulog kepada para dosen dan ahli dari UGM untuk mengkaji pengaruh Public Service Obligation (PSO) Bulog terhadap risiko inflasi dan anggaran. “Dari sini maka diperlukan sinergi antara ilmu di kampus dan ilmu yang di lapangan,†kata Sudjarwadi.
Sudjarwadi juga berharap agar kerja sama yang dijalin tidak hanya bertujuan untuk jangka pendek, tetapi juga dapat menambah wawasan dan pengetahuan semua pihak untuk jangka menengah hingga jangka panjang. “Dengan demikian akan diperoleh manfaat, apalagi jika melihat peran pangan yang sangat penting bagi kemakmuran dan kesejahteraan sebuah bangsa,†katanya.
Lingkup kerja sama yang disepakati hari ini ialah di bidang penelitian kebijakan mengenai besaran anggaran dalam APBN terkait dengan intervensi Perum Bulog dalam menjalankan kegiatan PSO demi mencapai tingkat inflasi yang reasonable. Sasaran akhir yang diharapkan adalah untuk memberikan peran yang signifikan dalam pembangunan ekonomi nasional melalui pengendalian inflasi pangan yang terkelola secara baik. (Humas UGM/Satria AN)