YOGYAKARTA – Rumah Sakit Akademik (RSA) UGM, Persatuan Dokter Mata Indonesia (Perdami) DIY, dan Bulan Sabit Merah Indonesia (BSMI) DIY mengadakan kegiatan sosial berupa operasi katarak gratis, Sabtu (2/7). Bertempat di RSA UGM, Jalan Kabupaten, Kronggahan, Sleman, sebanyak 38 pasien katarak berhasil dioperasi.
Direktur RSA UGM, Prof. dr. Arif Faisal, Sp.Rad(K)., Ph.D., mengatakan penyelenggaraan operasi katarak gratis merupakan bagian dari kegiatan bakti sosial RSA UGM untuk warga yang berdomisili di sekitar RSA UGM. Kegiatan semacam ini memberikan manfaat langsung kepada masyarakat terutama untuk meringankan beban biaya pengobatan bagi penderita katarak. “Manfaat besar bagi bagi penderita katarak,†katanya.
Meski pelayanan RSA UGM belum beroperasi secara penuh karena masih menunggu izin dari pemerintah, kegiatan sosial berupa pemeriksaan kesehatan dan pengobatan gratis sudah mulai dilakukan. “Rumah sakit ini belum sepenuhnya beroperasi, masih proses perizinan. Kalau sudah keluar, maka pelayanan bagi pasien akan dibuka, bisa diakses siapa saja,†tambahnya.
Selain UGM, ada 14 perguruan tinggi di Indonesia yang membangun rumah sakit akademik. Namun, semua belum sepenuhnya beroperasi karena masih dalam proses menunggu perizinan. Arif mengatakan RSA UGM merupakan rumah sakit tipe B yang memiliki 200 kamar dan difasilitasi berbagai alat kesehatan mutakhir yang berstandar internasional. “Tahun 2013 diharapkan semua fungsi fasilitas pelayanan kesehatan RSA UGM segera terlaksana sepenuhnya,†ujarnya.
Menjawab pertanyaan tentang alasan pendirian RSA oleh UGM, Arif mengatakan keberadaan rumah sakit di DIY masih dibutuhkan oleh masyarakat. Di samping itu, alasan lainnya ialah untuk menindaklanjuti arahan dari Kementerian Pendidikan Nasional yang mengharuskan setiap perguruan tinggi yang memiliki fakultas kedokteran untuk mendirikan rumah sakit pendidikan.
Ketua Perdami DIY, Prof. dr. Suhardjo, S.U., SP.M(K), menuturkan Perdami menargetkan dapat melakukan operasi gratis bagi 1.000 pasien katarak di Indonesia dalam rangka mengurangi angka kebutaan yang disebabkan penyakit ini. “Operasi katarak memang tidak murah. Yang pakai Askes saja minimal bayar 4,5 juta rupiah. Bagi yang tidak mampu akan sulit. Kita mendukung program pemerintah untuk mengurangi angka kebutaan,†katanya.
Khusus untuk kegiatan operasi katarak yang dilaksanakan RSA UGM ini, Suhardjo menyebutkan Perdami melibatkan delapan dokter spesialis mata dengan fasilitas peralatan mutakhir. “Perkembangan teknologi (operasi katarak) tidak hanya dinikmati orang yang mampu membayar, tapi juga mereka yang tidak mampu,†pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)