YOGYAKARTA – UGM menjadi tuan rumah Asia Pasific Pharmaceutical Symposium (APPS) 2011, 2-8 Juli 2011. Acara APPS 2011 yang mengambil tema The Role of Herbal Medicine in Advance Pharmacy diikuti oleh sekitar 200 partisipan. Selain berasal dari beberapa perguruan tinggi di Indonesia, partisipan juga berasal dari berbagai negara, antara lain, Malaysia, Singapura, Jepang, Korea, Thailand, dan Australia.
Ketua Panitia APPS 2011, Astrid Ayu Maruti, menuturkan kegiatan APPS terdiri atas simposium, workshop, dan kunjungan di beberapa objek wisata di Yogyakarta, seperti Kraton dan Candi Prambanan. “Pesertanya ada sekitar 200 partisipan. Dari jumlah itu, mereka juga berasal dari beberapa negara, seperti Australia, Malaysia, Jepang, dan Korea,†kata Astrid di sela-sela simposium yang digelar di Hotel Saphir, Senin (4/7).
Pada simposium APPS hari ini, hadir untuk memberikan ceramah Prof. Masashi Kawaichi dari Nara Institute of Science and Technology (NAIST) Jepang, Prof. Dr. Edy Meiyanto, M.Si. (Fakultas Farmasi UGM), dan Prof.dr.Iwan Dwiprahasto, M.Med.Sc., Ph.D. (Fakultas Kedokteran UGM). Prof. Masashi Kawaichi dalam kesempatan itu banyak menguraikan tentang penyakit Ataxia yang menyerang sistem motorik tubuh. Penyakit yang disebabkan, antara lain, oleh mutasi gen ini dapat membuat penderitanya mengalami gangguan gerak, seperti tidak dapat berjalan. “Jumlah penderita saat ini sekitar 60 orang di seluruh dunia, seperti di Karibia. Ini yang masih penting untuk dicarikan obatnya,†ujar Kawaichi.
Sebelumnya, banyak dinilai Ataxia disebabkan oleh virus. Saat ini, para penderita hanya dapat melakukan terapi sesuai dengan gejala yang dialami. Namun, bukan hal yang tidak mungkin jika pada masa mendatang akan ditemukan obat yang ampuh untuk menuntaskan penyakit ini karena penelitian yang dilakukan secara terus-menerus oleh para ahli.
Sementara itu, Edy Meiyanto berharap agar dalam pengembangan obat berbasis herbal ini tetap dilakukan secara rasional. Edy yakin dengan dukungan pemerintah dan perguruan tinggi, pengembangan obat herbal secara rasional akan semakin maju. Masyarakat kini memang banyak mengenal produk obat herbal yang dipromosikan memiliki khasiat tertentu untuk penyembuhan penyakit. Hanya saja, bukti ilmiah terkait dengan efek samping, kegunaan obat dan bahan aktif senyawa obat kadang kala diabaikan dalam produk kemasan obat herbal. “Penggunaan obat herbal dalam dunia medis kini memang mulai menjadi perhatian. Namun, hal yang paling penting yaitu konsumen harus mengetahui pentingnya penggunaan obat yang rasional dengan dosis yang tepat untuk sembuhkan penyakit,†tutur Edy.
Edy mengusulkan idealnya ke depan pengembangan obat harus dengan dasar target yang jelas, baik untuk bahan alam maupun sintetik. Untuk itu, dibutuhkan kemauan politik dari pemerintah guna menerbitkan kebijakan dan dorongan pengembangan, penelitian obat herbal agar bisa bersaing di pasar internasional.
Di sisi lain, Guru Besar Fakultas Kedokteran UGM, Prof. Iwan Dwiprahasto, menilai perlunya peran asuransi kesehatan dalam tata kelola obat. Melalui peran asuransi kesehatan akan ada daftar obat-obat yang memang bermutu, banyak tersedia, serta aman. “Dengan peran asuransi kesehatan, maka tidak akan ada harga obat yang berbeda jauh, padahal jenis dan kasiatnya sama,†kata Iwan.
Dalam penelitian tentang obat herbal, hingga kini belum dilihat adanya keterpaduan antarpihak. Banyak penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti yang lain diulang lagi dari awal karena dilakukan secara parsial. Publikasi hasil penelitian ilmiah dengan melampirkan bukti-bukti ilmiah penting untuk disebarluaskan agar ada kesinambungan proses penelitian senyawa aktif untuk menyembuhkan penyakit. Iwan juga mengatakan dukungan terhadap penelitian obat herbal dapat dilakukan oleh pihak swasta yang ingin mengembangkan industri herbal secara massif. (Humas UGM/Satria AN)