Yogya, KU
Hilangnya 5 arca asli koleksi Museum Radya Pustaka Solo menurut pakar museum UGM Drs Djoko Dwiyanto M.Hum merupakan sebagian dari maraknya kasus pemalsuan barang-barang koleksi museum yang melibatkan para mafia benda purbakala. Bahkan bukan tidak menutup kemungkinan pengelola museum dan kolektor besar benda-benda purbakala bermain dalam kasus tersebut.
Djoko menegaskan, informasi mengenai pemalsuan barang koleksi museum di Radya Pustaka Solo sudah diketahui sejak lama jauh sebelum kasus ini bergulir dan sudah ditindaklanjuti oleh pihak berwajib.
“Sebenanrnya masih banyak barang koleksi yang dipalsukan, saya punya banyak datanya, hanya kebetulan yang diketahui publik hanya lima arca itu apalagi barang tersebut masterpiece di Radya Pustaka, ada satu lagi masterpiece yang kini masih dibantah oleh pengelolanya, yakni piring yang dihadiahkan Napoleon Bonaparte ke Pakubuwono yang diganti dengan piring yang dibeli di pasar loak Solo,†ujarnya, Senin (26/11) di Kampus UGM.
Seperti diketahui kelima arca yang hilang adalah Arca Agustya, Arca Durga Mahesa Sura Madini, Arca Durga Mahesa Sura Madini II, Arca Siwa dan Arca Mahakala. Lima arca ini ditukar dengan arca-arca yang nyaris sama.
“Bedanya, arca-arca itu diidentifikasi sebagai arca produk baru. Kita dapat menentukan asli dan tidaknya sebuah arca berdasarkan secara makroskopis melaui gaya, atribut dan ukuran,†ungkapnya.
Diakui Djoko, informasi mengenai pemalsuan koleksi barang-barang koleksi museum ia dapatkan dari mahasiswanya (Ambarawati-red) yang kebetulan meminta perlindungan padanya atas teror yang dilakukan oleh pengelola museum.
“Bulan sepetember awal, ada mahasiswa saya yang bekerja di Radya Pustaka meminta perlindungan kepada saya atas teror yang dilakukan oleh pengelola museum dan aparat terkait pemalsuan barang koleksi museum,†tuturnya.
Djoko juga menyayangkan, mencuatnya kasus ini mengindikasikan bahwa pengawasan terhadap pengelola museum masih sangat kurang. Akibatnya, banyak barang koleksi asli yang hilang lalu dipalsukan dengan melibatkan para pengelolanya.
“Kasus ini merupakan hal yang wajar, karena tidak adanya perhatian masyarakat akan keberadaan museum. Saya sangat yakin ada keterkaitan dengan orang dalam, realistis saja, siapa sih yang mengunjungi museum saat ini, orang akan mengunjungi museum itu hanya dua kali, pertama saat menjadi anak-anak karena diajak oleh kedua orang tuanya, dan setelah menjadi orang tua lalu mengajak anak-anaknya,†seloroh Djoko. (Humas UGM)
.