YOGYAKARTA – Pendidikan karakter bangsa semakin jauh dari semangat nilai-nilai agama, Pancasila, dan kebangsaan. Hal itu sebagai dampak dari dijadikannya pendidikan sebagai bagian dari komoditas perdagangan pasar dunia. Demikian beberapa hal yang mengemuka dalam diskusi pakar pendidikan, budaya, dan agama yang berlangsung di Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM, Jumat (8/7). Hadir dalam diskusi tersebut, anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) Bidang Pendidikan dan Kebudayaan, Prof. Dr. Meutia Hatta Swasono, dan Rektor UGM, Prof. Ir. Sudjarwadi, M.Eng., Ph.D., beserta beberapa pakar pendidikan dan tokoh agama.
Ketua Tim Ahli Pusat Studi Pancasila, Prof. Dr. Sutaryo, mengatakan kondisi pendidikan karakter saat ini cukup memprihatinkan akibat ditinggalkannya pendidikan dan pengajaran bidang agama, Pancasila, dan kewarganegaraan. Untuk menumbuhkan kembali pendidikan karakter bangsa diperlukan pembenahan grand design pendidikan, mulai dari tingkat pendidikan tingkat PAUD, TK, SD hingga pendidikan tinggi. “Salah satunya memperbarui grand design filsafat, politik, dan kebijakan pendidikan,†katanya.
Lebih lanjut Sutaryo menjelaskan pendidikan yang berjalan saat ini tidak ubahnya dengan yang dilakukan di era penjajahan Belanda, yakni mendidik para peserta didik menjadi amtenar atau kuli/pegawai Belanda. Bedanya, kini lulusan sebuah lembaga pendidikan disiapkan untuk memenuhi kebutuhan pasar. “Musuh pertama negara ini adalah fundamentalis pasar. Indonesia dengan sadar telah memasukkan pendidikan tinggi untuk komoditas perdagangan di WTO,†katanya. Sutaryo juga mengusulkan agar bidang pendidikan, kebudayaan, dan pengajaran disatukan kembali untuk diterapkan kepada peserta didik.
Kepada wartawan, Meutia Hatta mengatakan semua aspirasi dari para tokoh pendidikan dan tokoh agama tersebut akan menjadi masukan untuk disampaikan kepada Presiden dalam mengambil langkah kebijakan di bidang pendidikan dan kebudayaan. “Masukan yang berkenaan pendidikan karakter bangsa akan disampaikan kepada Presiden,†ujarnya.
Meutia mengakui pendidikan karakter pada peserta didik mengalami degradasi seiring dengan ditinggalkannya pendidikan dan pengajaran Pancasila. Ia pun sepakat agar pendidikan karakter kembali diterapkan di semua lini dan jenjang pendidikan, baik formal maupun informal. “Sudah banyak pihak yang menginginkan, kita akan mendorong ke arah itu,†pungkasnya. (Humas UGM/Gusti Grehenson)